Salah satu
tren di era global adalah kemandirian. Bangsa yang mandiri adalah bangsa yang
mampu memenangkan persaingan. Bangsa yang mandiri terbentuk oleh masyarakat
mandiri. Tentu dalam mewujudkan kemandirian itu dibutuhkan proses yang panjang.
Sebuah proses yang menunjuk pada serangkaian tindakan atau langkah-langkah yang
dilakukan secara kronologis sistematis yang mencerminkan pentahapan upaya
mengubah masyarakat yang kurang atau belum berdaya menuju keberdayaan.
Indonesia
yang mayoritas penduduknya beragama Islam, adalah merupakan negara desa dengan
jumlah desanya sebanyak 63.000-an desa.
Salah satu
tempat strategis dalam upaya pemberdayaan masyarakat desa adalah masjid. Masjid
adalah jantung umat. Masjid adalah salah satu pilar meretas kebangkitan umat
selain pesantren dan kampus. Keberadaan masjid merupakan poros aktivitas
keagamaan di masyarakat. Masjid diharapkan pula menjadi mitra lembaga
pendidikan formal (sekolah) yang memiliki kepedulian terhadap masa depan
generasi yang akan datang.
Jumlah
masjid di Indonesia mencapai 800 ribu (Republika, Dialog Jumat 2010, hlm. 4)
dan merupakan jumlah terbesar di dunia. Namun bila dicermati, kondisi kaum
muslimin saat ini dimana masjid belum difungsikan secara optimal. Alangkah
indahnya jika sekitar 800 ribu masjid di Indonesia dapat memberikan jawaban
riil atas berbagai permasalahan umat. Setiap kumandang adzan mengalirkan
kerinduan umat untuk datang mendekat seperti layaknya fungsi jantung bagi
darah. Masjid seharusnya dapat dioptimalkan fungsinya sebagai ruang publik dan
pusat peradaban umat.
Dalam
tulisan sederhana ini akan dibahas pemberdayaan masyarakat desa berbasis
masjid. Pengertian dan fungsi pemberdayaan masyarakat desa berbasis masjid?
Pelaku dari pemberdayaan masyarakat berbasis masjid? Menuju Qaryah Thayyibah?.
I. Pengertian dan Fungsi Pemberdayaan Masyarakat Desa Berbasis
Masjid
Pemberdayaan
masyarakat yg saya maksud di sini intinya meliputi tiga hal, yaitu:
pengembangan (enabling), memperkuat potensi atau daya (empowering), dan
terciptanya kemandirian. Dengan demikian maka bisa dipahami bahwa pemberdayaan
masyarakat desa berbasis masjid pengertiannya adalah proses untuk menjadikan
masyarakat desa itu mandiri dengan mengambil pusat kegiatan di masjid.
Yang menarik
dari pengertian pemberdayaan tadi adalah disana ada sebuah proses. Pengertian
proses itu berarti menunjuk pada serangkaian tindakan atau langkah-langkah yang
dilakukan secara kronologis sistematis yang mencerminkan pentahapan upaya
mengubah masyarakat yang kurang atau belum berdaya menuju keberdayaan. Proses
akan merujuk pada suatu tindakan nyata yang dilakukan secara bertahap untuk
mengubah kondisi masyarakat yang lemah baik knowledge, attitude, maupun praktik
menuju pada penguasaan pengetahuan, sikap-perilaku sadar dan
kecakapan-ketrampilan yang baik.
Dari
pengertian di atas maka dapat dirumuskan bahwa pemberdayaan masyarakat berjalan
melalui beberapa tahapan sebagai berikut :
1. Tahap
penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga
merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri.
2. Tahap
transformasi kemampuan berupa wawasan-pengetahuan, kecakapan-ketrampilan agar
terbuka wawasan dan memberikan ketrampilan dasar sehingga dapat mengambil peran
di dalam pembangunan.
3. Tahap
peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan-ketrampilan sehingga terbentuklah
inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian.
Selanjutnya
dengan memahami pengertian pemberdayaan dan tahapan-tahapannya maka dapat
dipahami bahwa tujuan dari pemberdayaan adalah untuk membentuk individu dan
masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian itu meliputi kemandirian berpikir,
bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut.
Memang tidak
dipungkiri bahwa sementara ini sebagian anggota masyarakat beragama Islam masih
berpikir sekular. Dibuktikan dengan menjadikan masjid hanya sebagai tempat
ibadah semata. Padahal fungsi masjid yang seharusnya lebih dari itu. Yakni
masjid juga harus berfungsi sosial. Jadi secara real dinamika masjid bukan
hanya diisi oleh pelaksanaan shalat dan bentuk-bentuk upacara keagamaan yang
lain tetapi masjid juga sebagai tempat untuk meningkatkan kualitas umat baik
secara ekonomi, politik maupun sosial budaya.
II. Pelaku dari pemberdayaan masyarakat berbasis masjid.
Pemberdayaan
masyarakat desa berbasis masjid merupakan sebuah kerja besar. Sehingga harus
mendapat dukungan semua pihak yang ada di desa untuk dapat berjalan secara
baik. Pelaku yang pertama adalah masyarakat itu sendiri. Karena merekalah yang
menjadi subyek sekaligus obyek dari kegiatan tersebut. Dari masyarakatlah akan
tampil kader-kader umat yang dapat berkhidmat untuk melayani umat melalui
masjid. Dan dukungan mereka akan menghasilkan perubahan yang signifikan di
tengah masyarakat seiring dengan proses pemberdayaan yang sedang berlangsung.
Pihak yang
tidak bisa ditinggalkan dalam pemberdayaan masyarakat berbasis masjid adalah
dunia usaha. Karena dari merekalah baik dukungan SDM yang berkualitas maupun
aliran dana yang lancar dapat diharapkan. Mereka dapat dilibatkan dalam
kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan ekonomi umat. Sehingga masyarakat
minimal dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan baik.
III. Menuju Qaryah Thayyibah.
Qaryah
thayyibah hendaknya menjadi visi dari usaha pemberdayaan masyarakat desa
berbasis masjid. Artinya semua tahapan dalam proses pemberdayaan tersebut
mengarah pada terbentuknya qaryah thayyibah. Secara mudah qaryah thayyibah
dapat dipahami sebagai sebuah konsep masyarakat ideal.
Dari
landasan normatif tersebut maka suatu wilayah dapat menjadi qaryah thayyibah
jika memenuhi tiga syarat :
1. Adanya
kepemimpinan yang Islami.
2. Adanya
peraturan-perundangan yang Islami.
3. Adanya
praktik budaya masyarakat yang Islami.
Sebuah ayat yang biasanya dijadikan pijakan dalam pembicaraan tentang qaryah thayyibah adalah Surat Al-A’raaf ayat 96, artinya :
“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri
beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami
siksa mereka disebabkan perbuatannya”.
Dari ayat
tadi maka dapat dipahami bahwa syarat terbentuknya qaryah thayyibah itu adalah
iman dan takwa.
VI.
Kesimpulan
Dari uraian di muka dapat ditarik beberapa
kesimpulan berikut :
1. Pemberdayaan masyarakat berbasis masjid
dapat dipahami sebagai sebuah proses untuk menjadikan masyarakat punya
kompetensi keilmuan, attitude, dan ketrampilan untuk mandiri.
2. Agar masjid dapat menjadi medium
pemberdayaan masyarakat hendaknya masjid dikelola oleh orang-orang yang
berkhidmat pada pelayanan umat melalui masjid dengan managemen yang efisien dan
efektif baik dalam aspek idarah, imarah maupun ri’ayah.
3. Usaha pemberdayaan masyarakat barbasis
masjid hendaknya melibatkan masyarakat (jamaah masjid), dunia usaha, dan
pemerintah desa.
4. Qaryah Thayyibah hendaknya menjadi visi
dari pemberdayaan masyarakat berbasis masjid.
0 komentar:
Posting Komentar