Kamis, 26 Maret 2015

DESA BERDAYA, MAJU & BERDIKARI



Salah satu tren di era global adalah kemandirian. Bangsa yang mandiri adalah bangsa yang mampu memenangkan persaingan. Bangsa yang mandiri terbentuk oleh masyarakat mandiri. Tentu dalam mewujudkan kemandirian itu dibutuhkan proses yang panjang. Sebuah proses yang menunjuk pada serangkaian tindakan atau langkah-langkah yang dilakukan secara kronologis sistematis yang mencerminkan pentahapan upaya mengubah masyarakat yang kurang atau belum berdaya menuju keberdayaan.
Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, adalah merupakan negara desa dengan jumlah desanya sebanyak 63.000-an desa.
Salah satu tempat strategis dalam upaya pemberdayaan masyarakat desa adalah masjid. Masjid adalah jantung umat. Masjid adalah salah satu pilar meretas kebangkitan umat selain pesantren dan kampus. Keberadaan masjid merupakan poros aktivitas keagamaan di masyarakat. Masjid diharapkan pula menjadi mitra lembaga pendidikan formal (sekolah) yang memiliki kepedulian terhadap masa depan generasi yang akan datang.
Jumlah masjid di Indonesia mencapai 800 ribu (Republika, Dialog Jumat 2010, hlm. 4) dan merupakan jumlah terbesar di dunia. Namun bila dicermati, kondisi kaum muslimin saat ini dimana masjid belum difungsikan secara optimal. Alangkah indahnya jika sekitar 800 ribu masjid di Indonesia dapat memberikan jawaban riil atas berbagai permasalahan umat. Setiap kumandang adzan mengalirkan kerinduan umat untuk datang mendekat seperti layaknya fungsi jantung bagi darah. Masjid seharusnya dapat dioptimalkan fungsinya sebagai ruang publik dan pusat peradaban umat.
Dalam tulisan sederhana ini akan dibahas pemberdayaan masyarakat desa berbasis masjid. Pengertian dan fungsi pemberdayaan masyarakat desa berbasis masjid? Pelaku dari pemberdayaan masyarakat berbasis masjid? Menuju Qaryah Thayyibah?.

I. Pengertian dan Fungsi Pemberdayaan Masyarakat Desa Berbasis Masjid
Pemberdayaan masyarakat yg saya maksud di sini intinya meliputi tiga hal, yaitu: pengembangan (enabling), memperkuat potensi atau daya (empowering), dan terciptanya kemandirian. Dengan demikian maka bisa dipahami bahwa pemberdayaan masyarakat desa berbasis masjid pengertiannya adalah proses untuk menjadikan masyarakat desa itu mandiri dengan mengambil pusat kegiatan di masjid.
Yang menarik dari pengertian pemberdayaan tadi adalah disana ada sebuah proses. Pengertian proses itu berarti menunjuk pada serangkaian tindakan atau langkah-langkah yang dilakukan secara kronologis sistematis yang mencerminkan pentahapan upaya mengubah masyarakat yang kurang atau belum berdaya menuju keberdayaan. Proses akan merujuk pada suatu tindakan nyata yang dilakukan secara bertahap untuk mengubah kondisi masyarakat yang lemah baik knowledge, attitude, maupun praktik menuju pada penguasaan pengetahuan, sikap-perilaku sadar dan kecakapan-ketrampilan yang baik.
Dari pengertian di atas maka dapat dirumuskan bahwa pemberdayaan masyarakat berjalan melalui beberapa tahapan sebagai berikut :
1. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri.
2. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan-pengetahuan, kecakapan-ketrampilan agar terbuka wawasan dan memberikan ketrampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan.
3. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan-ketrampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian.
Selanjutnya dengan memahami pengertian pemberdayaan dan tahapan-tahapannya maka dapat dipahami bahwa tujuan dari pemberdayaan adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian itu meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut.
Memang tidak dipungkiri bahwa sementara ini sebagian anggota masyarakat beragama Islam masih berpikir sekular. Dibuktikan dengan menjadikan masjid hanya sebagai tempat ibadah semata. Padahal fungsi masjid yang seharusnya lebih dari itu. Yakni masjid juga harus berfungsi sosial. Jadi secara real dinamika masjid bukan hanya diisi oleh pelaksanaan shalat dan bentuk-bentuk upacara keagamaan yang lain tetapi masjid juga sebagai tempat untuk meningkatkan kualitas umat baik secara ekonomi, politik maupun sosial budaya.

II. Pelaku dari pemberdayaan masyarakat berbasis masjid.
Pemberdayaan masyarakat desa berbasis masjid merupakan sebuah kerja besar. Sehingga harus mendapat dukungan semua pihak yang ada di desa untuk dapat berjalan secara baik. Pelaku yang pertama adalah masyarakat itu sendiri. Karena merekalah yang menjadi subyek sekaligus obyek dari kegiatan tersebut. Dari masyarakatlah akan tampil kader-kader umat yang dapat berkhidmat untuk melayani umat melalui masjid. Dan dukungan mereka akan menghasilkan perubahan yang signifikan di tengah masyarakat seiring dengan proses pemberdayaan yang sedang berlangsung.
Pihak yang tidak bisa ditinggalkan dalam pemberdayaan masyarakat berbasis masjid adalah dunia usaha. Karena dari merekalah baik dukungan SDM yang berkualitas maupun aliran dana yang lancar dapat diharapkan. Mereka dapat dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan ekonomi umat. Sehingga masyarakat minimal dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan baik.

III. Menuju Qaryah Thayyibah.
Qaryah thayyibah hendaknya menjadi visi dari usaha pemberdayaan masyarakat desa berbasis masjid. Artinya semua tahapan dalam proses pemberdayaan tersebut mengarah pada terbentuknya qaryah thayyibah. Secara mudah qaryah thayyibah dapat dipahami sebagai sebuah konsep masyarakat ideal.
Dari landasan normatif tersebut maka suatu wilayah dapat menjadi qaryah thayyibah jika memenuhi tiga syarat :
1. Adanya kepemimpinan yang Islami.
2. Adanya peraturan-perundangan yang Islami.
3. Adanya praktik budaya masyarakat yang Islami.

Sebuah ayat yang biasanya dijadikan pijakan dalam pembicaraan tentang qaryah thayyibah adalah Surat Al-A’raaf ayat 96, artinya :
Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”.
Dari ayat tadi maka dapat dipahami bahwa syarat terbentuknya qaryah thayyibah itu adalah iman dan takwa.


VI. Kesimpulan
Dari uraian di muka dapat ditarik beberapa kesimpulan berikut :
1. Pemberdayaan masyarakat berbasis masjid dapat dipahami sebagai sebuah proses untuk menjadikan masyarakat punya kompetensi keilmuan, attitude, dan ketrampilan untuk mandiri.
2. Agar masjid dapat menjadi medium pemberdayaan masyarakat hendaknya masjid dikelola oleh orang-orang yang berkhidmat pada pelayanan umat melalui masjid dengan managemen yang efisien dan efektif baik dalam aspek idarah, imarah maupun ri’ayah.
3. Usaha pemberdayaan masyarakat barbasis masjid hendaknya melibatkan masyarakat (jamaah masjid), dunia usaha, dan pemerintah desa.
4. Qaryah Thayyibah hendaknya menjadi visi dari pemberdayaan masyarakat berbasis masjid.

0 komentar:

Posting Komentar