Sabtu, 24 Januari 2015

AKU HIDUP DARI PERJALANAN KEHIDUPANKU

Tema : Autobiografi / otobiografi.
Oleh : Adi Angga Sukmana, Mahasiswa STEI SEBI Depok.

(Foto Wisuda Santri Angkatan V Pon Pes Darul Hikmah Kutoarjo, 12 Juni 2011. Kiri: Suroto, Adi Angga S, Sumiati ZD)

Bismillahirrohmanirrohim, Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh.
Nama saya Adi Angga Sukmana, nama panggilan saya Adi, ada juga teman saya memanggil dengan nama Angga, silahkan pilih sesuka hati. Ayah saya bernama Suroto (59) dan ibu saya bernama Sumiati Zaitul Diani (59). Saya anak kedua dari dua bersaudara, kakak saya perempuan  bernama Wahyu Desiyanti (32) dan saat ini beliau sudah menikah dan mempunyai anak satu laki-laki (4). Saya lahir di Kab Purworejo dan saat ini berdomisili di Kota Depok, tepatnya di jalan Raya Bojongsari, Rt.01/Rw.01 Pondok Rangga, Kel. Curug, Kec. Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat.
Masa kecil saya banyak dihabiskan di Kab. Purworejo, lebih tepatnya di jalan Kutoarjo-Ketawang, Rt.03/Rw.03, Desa Aglik, Kec. Grabag, Kab. Purworejo, Jawa Tengah. Mungkin Purworejo bukanlah sebuah kabupaten yang terkenal seperti kabupaten-kabupeten yang mengelilinginya, seperti Magelang, Kebumen, dan Prov. Yogyakarta. Tetapi tidak bisa diremehken juga karena Kab. Puworejo walaupun tidak seterkenal kabupaten yang mengelilinginya tapi memiliki hasil-hasil pertanian dan perikanan yang cukup untuk didistribusikan tidak hanya untuk daerah sendiri dan sekelilingnya tetapi juga untuk diekspor ke luar negeri, hasil tambak seperti udang sering banyak permintaan bahkan sampai diekspor ke luar negeri, juga Kab. Purworejo termasuk penghasil seperti buah kelapa, melon, dan pepaya.
Sempat saat usia saya menginjak tiga tahun tinggal diperumahan di kabupaten yang sama selama ± 1tahun, dengan alasan perumahan yang saya tempati lebih dekat dengan tempat ibu saya bekerja. Setelah itu, dengan alasan ingin  hidup di desa yang lebih nyaman dan dekat dengan tempat tinggal kakek dan nenek dari ibu, akhirnya saya dan keluarga kembali ke rumah asal. Bapak saya saat ini setelah keluar dari pekerjaannya sebagai karyawan di PT. KAI Poncol Semarang, dan sejak pertengahan tahun 2013 bapak bekerja di Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara Republik Indonesia (LPPNRI). Sedangkan pekerjaan ibu saya adalah Guru TK di TK Seruni 1.
Tahun 1998, saya mulai memasuki bangku sekolah dasar, setelah terlebih dahulu bersekolah di Taman Kanak Teratai Putih Aglik selama satu tahun. Saat itu saya bersekolah di SDN Aglik 1, dari kecil sampai selama jenjang sekolah dasar memang waktu banyak saya habiskan di desa sendiri bahkan TK dan SD pun saya didesa yang saya tempati. Banyak pengalaman berharga dan teman baik yang saya dapatkan di waktu SD selain karena belum terpengaruh westernisasi dan modernisasi karena terletak agak jauh dari perkotaan, juga memang budaya didesa ku orangnya ramah-ramah, dan sangat tabu sekali bila ada warga yang bertengkar.
Setelah lulus SD tahun 2008 saya melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi di SMP Darul Himah Islamic Boarding School Kutoarjo di Kab. Purworejo, karena berbentuk pondok pesantren jadi semua santrinya tinggal diasrama, dan ini adalah pondok khusus laki-laki jadi tidak ada santriwatinya. Saat awal saya masuk pondok pesantren memang merasa lelah dan berat karena belum terbiasa hidup jauh dari orang tua. Tetapi seiring berjalannya waktu dan terus mengikuti proses belajar mengajar di pondok tersebut saya merasa bersyukur dan bangga bisa sekolah disana karena saat dipondok tersebut, selain karna SMP Darul Hikmah adalah SMP swasta terbaik di Kab. Purworejo juga saya merasa menemukan jatidiri saya yang sebenarnya diantaranya kesadaran saya bahwa Allah Ta’ala dengan sengaja menciptakan kita didunia tidak lain adalah hanya untuk kita beribadah kepada-Nya, yang mungkin dari kecil sampai sebelum masuk pondok saya belum merasa setakut ini terhadap Kuasa-Nya pada waktu itu.
 Rasa syukur saya juga terbangun karna sebab saya tahu diluar sana masih banyak anak-anak yang bahkan merasakan bangku sekolah dasarpun tidak, apalagi melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi seperti saya. Tahun 2008 saya lulus dari SMP tersebut dan melanjutkan sekolah lagi di SMA Darul Hikmah. Iya disinilah saya melanjutkan sekolah, di SMA yang satu yayasan dengan SMP yang menjadi tempat saya menuntut ilmu, SMP-SMA Darul Hikmah adalah pondok pesantren modern dalam satu payung yayasan, yaitu Yayasan Bustanil Arifin.
Pada waktu SMA saya mulai membangun cita-cita, mimpi dan harapan saya kedepan. Cita-cita berawal dari mimpi ketika saya duduk dibangku kelas X, saya mendapat sebuah pertanyaan yang sebenarnya sering saya dengar dan sering pula saya jawab, namun tak pernah memikirkannya lebih jauh lagi. Pertanyaannya sederhana, tetapi tetap saja membuat saya berpikir 1000 kali lagi untuk menjawabnya, pertanyaan itu adalah, “Cita-cita kamu mau jadi apa?”
Saya ingat, pertanyaan tadi sebenarnya sudah terlontar berkali-kali oleh guru, keluarga, bahkan orang yang mungkin baru kita kenal, sejak saya masih kanak-kanak dan saat itu pula saya sudah bisa menjawabnya. Dulu, saya menjawabnya asal. Hari ini saya jawab ingin menjadi dokter, besok saya jawab ingin menjadi guru, esoknya lagi saya menjawab menjadi manager perusahaan, esoknya lagi saya jawab ingin menjadi arsitektur, begitulah seterusnya. Bedanya dengan sekarang, saya menjawab pertanyaan tersebut dengan sebuah keyakinan atas dasar pemikiran realistis saya sendiri, walaupun pada waktu itu juga masih sering ingin ini ingin itu.
Banyak pengalaman berharga yang saya dapatkan waktu SMA, saya termasuk orang yang suka dan aktif berorganisasi, pengalaman organisasi sebenarnya sudah saya rasakan sejak bangku SMP, waktu itu saya aktif di OSIS. Dan makin terasah di bangku SMA. Dulu saya orangnya paling pendiam dan susah sekali bergaul, dan paling takut berbicara didepan umum, saat bicara didepan umum kaki terasa bergetar dan lidah terasa kaku, bahkan untuk melihat ke audiens saja mata terasa berat. Selain aktif di OSIS saya juga aktif di kegiatan Pramuka, bahkan saat ini saya sudah memiliki lisensi sebagai pembina pramuka seteleh mengikuti Kursus Mahir Dasar (KMD) Pramuka.
Tapi bersyukur saat sekolah di Darul Hikmah saya sedikit demi sedikit sudah mulai sembuh dari demam panggung, walaupun masih kurang lancar dalam merangkai kata. Selain karena ada ekskul wajib yaitu muhadhoroh (pidato) tiap minggunya yang mengharuskan santri-santrinya berpidato didepan teman-temannya yang terbagi dalam beberapa klompok, juga saya terbiasa berdiskusi, berargumen, dan berpendapat saat berkecimpung di organisasi. Selain pengalaman public speking yang saya dapatkan, juga kita belajar berbahasa arab saat SMP dan bahasa inggris, bahkan diwajibkan buat semua santri untuk memakai dua bahasa tersebut saat melakukan aktifitas keseharian ataupun sekedar ngobrol dengan temannya.
Dan tibalah saat-saat acara perpisahan skolah setelah enam tahun menuntut ilmu di pondok pesantren dengan penuh haru, kami semua menangis bukan karena tidak mau menerima kenyataan, dan bukan karna tidak trima dengan keadaan yang mengharuskan kami harus berpisah dan berjuang di jalan masing-masing dan menentukan jalan sendiri setelah berjuang bersama-sama selama enam tahun. Tapi kami menangis karena kita semua bahagia sudah menyelesaikan pendidikan di Darul Hikmah, kami menangis karena kami merasa kami kurang maksimal dalam mendalami keilmuan selama enam tahun, kami menangis karena jalan untuk menggapai kesuksesan semakin dekat, kami menangis karena kami sadar bahwa wakti benar-benar tidak dapat kembali, kami menangis karena kami sadar bahwa waktu di dunia benar-benar sangat singkat dibandingkan hidup diakhirat yang kekal abadi.
Terlepas dari hal itu, saya juga bersyukur karena saat wisuda kelulusan sekaligus perpisahan dengan sekolah, asrama, teman seangkatan, teman sekamar, ustadz dan ustadzah, bagian TU, ibu-ibu dapur, adek-adek kelas, dan semua civitas akademika Ponpes Darul Hikmah, juga alhamdulillah mendapat penghargaan sebagai lulusan terbaik Jurusan IPS.
Masuklah saya di dunia baru, persaingan daftar dan tes perguruan tinggi adalah tantangan pertama kami di dunia yang baru, saya pun mencoba beberapa perguruan tinggi diantaranya; IPDN, AKPOL, UGM (D3 Hukum), Jogja Flight (D1 Pramugara), IHS Solo (D3 Perhotelan), STEI Tazkia (S1 Perbankan Syariah), dan STEI SEBI (S1 Akuntansi Syariah). Tapi saat itu yang diterima hanya UGM, Jogja Flight, UHS Solo, STEI Tazkia, dan STEI SEBI, dengan berpikir panjang dan penuh pertimbangan akhirnya saya memilih STEI SEBI sebagai pelabuhan saya berikutnya sebagai tempat saya menggali ilmu, terutama dijurusan Akuntansi Syariah. Sebenarnya tidak pernah terlintas dipikiran waktu itu saya kuliah di wetan (sebutan orang Jateng & DIY untuk menyebutkan tempat di daerah Jabar & DKI Jakarta), tapi itu bukan lah masalah.
Tidak terlalu susah untuk menyesuaikan diri di STEI SEBI, karena disini memiliki lingkungan budaya islami yang sesuai budaya saya di pondok dulu, dan karena dulu saya waktu SMA mengambil jurusan IPS jadi linear dengan jursan yang sekarang. Mungkin penyesuaian diri yang perlu perhatian lebih yaitu budaya jawa saya dengan budaya sunda disini.
Banyak harapan beriring doa baik untuk diri ku sendiri, agama, negara, dan almamater. Setelah masuk kuliah beberapa pekan dan bulan saya sempat merasa ragu atas pilihan saya dulu masuk STEI SEBI, tapi setelah beberapa bulan berikutnya saya sadar bahwa ini adalah jalan terbaik saya yang diberikan oleh Allah Ta’ala untuk ku lebih dekat dengan-Nya, tidak bisa dibayangka apabila saya kuliah ditempat yang kurang dalam penanaman nilai-nilai agama, dan di sini saya merasa jalan untuk mencapai kesuksesan saya semakin bisa ditrawang. Dengan lingkingan yang islami dan suasana belajar yang kondusif saya rasa cukup untuk mengazzamkan diri ini untuk bisa memberikan sesuatu yang membanggakan orang tua dan menjadi orang yang lebih bisa memberi manfaat bagi orang lain.
Dan lagi-lagi karena rasa suka saya dengan organisasi, didunia perkuliahan pun saya tidak lepas dari organisasi mulai dari BEM, Forum Daerah, Himpunan Prodi, sampai Himpunan Beasiswa. Juga rasa syukur saya kepada Allah Ta’ala yang sekaligus menjadi salah satu alasan saya memilih STEI SEBI menjadi tempah saya berlabuh di bangku kuliah yaitu mendapat beasiswa dari kampus.
Saat ini saya sudah semester 5 dan Alhamdulillah selama empat semester yang lalu IPK dibawah 3,8. Itu adalah kembanggaan tersendiri untuk saya sendiri dan juga buat orang tua tercinta di rumah. Beberapa pengalaman kepanitiaan yang pernah saya jalani yaitu salah satunya menjadi Humas GES 8, Ketua Pelaksana OSPEK, dan Ketua Pelaksana Milad SEBI 16. Dan disini lah saya menemukan motif utama dakwah dan esensi dari organisasi itu sendiri.
Di semester ini tidak menduga saya mendapat kesempatan untuk mengikuti seleksi beasiswa Ekspad Dompet Dhuafa, dan seleksi yang terdiri dari beberapa tahap meloloskan delapan orang dan saya termasuk dari delapan orang teman saya yang lain. Setelah dilakukan orientasi pikiran saya mulai terbuka bahwa betapa beruntungnya saya mendapatkan beasiswa ini, disini saya bisa mendapatkan pembinaan, pengalaman berharga, dan kesempatan untuk mengembangkan diri. Diantar sebab adanya beasiswa ini adalah karena melihat fenomena masyarakat yang miskin mental dan lemah karakter, oleh karena itu beberapa tuntutan dari pihak kampus dan pihak pemberi beasiswa yaitu Beastudi Indonesia milik Lembaga Zakat Dompet Dhuafa yaitu harus memiliki kepakaran yang spesifik, dan disini saya memilih kepakaran Baitul Maal wa Tamwil (BMT), selain itu juga mengharuskan bagi penerima beasiswa untuk merancang program-program yang berdampak positif dan langsung ke masyarakat.
Harapan-harapan besar selalu menjadi motifasi saya untuk terus mengembangkan diri, dan harapan tersebut tak akan terkabul tanpa restu dari orang-orang yang saya sayangi, yang utama adalah kedua orangtua saya, lalu saudara, guru, dosen, pembimbing, dan sahabat-sahabat saya yang senantiasa berbagi cerita dengan saya. Dan terimakasih yang tak terhingga untuk Allah Ta’ala dan kedua orangtua saya, juga terimakasih yang sebanyak-banyaknya untuk orang-orang yang selalu mendukung saya.
Salah satu Ayat faforit saya (QS. Az-Zalzakah: 7-8) Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpuh, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.”
Demikianlah sekilas autobiografi/otobiografi diriku, semoga dapat memberi banyak manfaat. Trimakasih atas perhatiannya

Wabillahitaufiiq wal Hidayah, Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh.

0 komentar:

Posting Komentar