Minggu, 25 Januari 2015

MASUKI USIA KE 16 CIVITAS STEI SEBI RAYAKAN MILAD


depoknews.com — Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI)  SEBI  digetarkan oleh riuhnya civitas akademika dalam rangka memriahkan milad 16. Kegiatan tersebut digelar di Kampus SEBI Depok, Rabu (5/10/14).
Sebanyak lebih dari 400 mahasiswa dan tamu undangan memenuhi aula dengan antusias mendengarkan kuliah umum bertajuk “peran kampus dalam pembangunan umat”  yang dibawakan oleh Prof.DR. KH.Didin Hafidhuddin,  M.Sc. sebagai wali amanat dari Yayasan Bina Tsaqofah
Selain itu juga ada penampilan hadroh dari tim nasyid ikhwan, beatbox  ikhwan, puisi berantai dari  club sastra mata pena dan  juga penampilan tari saman bertema “Semanis Budaya Indonesia” mewarnai jalannya acara.
Selain itu pula acara milad ini isi dengan beberapa perlombaan yang bertajuk  mengenang masa kecil, seperti enggrang, gerobak sodor, futsal, dan beberapa perlombaan lainnya yang ikut serta meriahkan milad.
“Kami sangat berharap dengan usia yang ke 16 STEI SEBI  bisa lebih memukan cakrawala dunia dengan ekonomi syariah, berkontribusi dan menjadi pelopor pengembangan ekonomi  syariah, dan dapat terus berprestasi, ” ujar presiden BEM KBM STEI SEBI, Yoyo Sundoyo.
- See more at: http://depoknews.com/masuki-usia-ke-16-civitas-stei-sebi-rayakan-milad/#sthash.DtrUfb5f.dpuf

STEI SEBI RAIH 8 JUARA DALAM WAKTU 1 BULAN

sekolah tinggi ekonomi islam sebi sawangan depok meraih juara lomba cerdas cermat islam di unj

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) SEBI Sawangan Depok mengukuhkan kembali sebagai Kampusnya Para Juara.
Selama November 2014, para mahasiswa STEI SEBI mengikuti berbagai even perlombaan tingkat regional Jabodetabek dan tingkat Nasional dan menjadi juara.

''Alhamdulillah pada berbagai perlombaan tersebut, STEI SEBI meraih delapan Piala Juara,'' ungkap Lutfi Zulkarnaik, Kepala Bidang Kemahasiswaan STEI SEBI kepada Republika, Sabtu (6/12).

Lutfi memuji semangat para mahasiswa STEI SEBI yang penuh optimisme mengikuti berbagai perlombaan, sehingga menjadi juara.
“Alhamdulillah, para mahasiswa sangat bersemangat dalam mengikuti perlombaan dan membuktikan kapasitas mereka sebagai juara,” jelas Lutfi Zulkarnain semringah.

Lebih lanjut Lutfi mengungkapkan juara yang diraih STEI SEBI sangat beragam mulai lomba ilmiah, seni dan tilawah Al-Qur’an. “ Ini membuktikan para mahasiswa STEI SEBI memiliki potensi dan bakat di berbagai bidang,” paparnya.

Prestasi yang diraih, antara lain: juara pertama Lomba Cerdas Cermat Islami di Islamic Engineering Festival, Universitas Negeri Jakarta; juara kedua Lomba Cerdas Cermat Islami di Islamic Engineering Festival, Universitas Negeri Jakarta; juara ketiga Lomba Cerdas Cermat Islami di Islamic Engineering Festival, Universitas Negeri Jakarta.

Selain itu, juara kedua Cipta Puisi di Islamic Engineering Festival, Universitas Negeri Jakarta; juara pertama Musabaqah Hifdzil Qur’an di Islamic Engineering Festival, Universitas Negeri Jakarta dan juara kedua Musabaqah Tilawatil Qur’an di Islamic Engineering Festival, Universitas Negeri Jakarta.

Tak hanya itu, SEBI juga berhasil menyabet juara pertama Lomba Nasyid di Islamic Engineering Festival, Universitas Negeri Jakarta serta juara ketiga Lomba Tari Saman di Islamic Book Fair, Universitas Indonesia.

Dari berbagai prestasi yang diraih, menurut Lutfi, yang paling unik adalah kejuaraan Lomba Cerdas Cermat Islami di Islamic Engineering Festival Universitas Negeri Jakarta.

''Mahasiswa STEI SEBI meraih semua juara pada lomba tersebut. Tentunya sangat bersejarah dan sangat luar biasa. Semoga semakin membuat mahasiswa SEBI termotivasi untuk terus mengukir prestasi”, ungkap Lutfi.

Ia mengungkapkan, untuk mengikuti berbagai perlombaan yang ada, para mahasiswa dikordinir Kementerian Pengembangan Minat dan Bakat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) SEBI.

“Alhamdulillah para mahasiswa memiliki bakat yang ingin terus dikembangkan. Dengan mengikuti lomba membuat mereka semakin bisa mengasah bakatnya. Kami dari BEM, mencoba memfasilitasi mereka, agar minimal selama kuliah di SEBI mereka meraih satu juara,” jelas Adi Angga Sukmana, Menteri Pengembangan Minat dan Bakat BEM SEBI.

PENDAKIAN MT PAPANDAYAN (PEMBINAAN BEASISWA KEPAKARAN)

Oleh: Siti Nurjanah
Pengelola Program Beasiswa SDM Ekspad SEBI-DD

(Beasiswa Kepakaran)


Pendakian Gn.Papandayan (Beasiswa SDM Ekspad SEBI-DD)

Beastudi Indonesia Dompet Dhuafa memiliki keluarga baru dengan terpilihnya 8 orang para aktivis kampus STIE SEBI pada awal Oktober lalu. Setelah penandatanganan Akad dan Orientasi program pada tanggal 13 Oktober 2014 lalu, mereka resmi menjadi keluarga besar Beastudi Indonesia  dalam program beasiswa SDM Ekspad SEBI-DD angkatan ketiga yang dikelola dalam Beasiswa Kepakaran. Perkenalkan kedelapan calon pakar Ekonomi Syariah ini yaitu Kamal Ibrahim, Adi Angga Sukmana, Nilna Sabrina, Athifah dan Ainun Mardiyah dari Jurusan Akutansi Syariah sedangkan Syafa'atul Udzmah, Dita, dan Yoyo Sundoyo dari Jurusan Perbankan Syariah.


Orientasi dilanjutkan dengan kegiatan outdoor yang menantang dan bermakna dengan pendakian ke Gunung Papandayan, Garut, pada tanggal 21-23 November 2014 lalu. Konsep orientasi outdoor dengan kegiatan mendaki gunung ini adalah pertama kalinya dilakukan oleh Beastudi Indonesia. Dalam islam, kita akan benar-benar mengenal saudara kita jika sudah melakukan tiga hal bersama-sama yaitu perjalanan bersama, makan bersama, dan menginap bersama. Insyaallah melalui kegiatan ini maka ketiga hal tersebut  telah diaplikasikan untuk mengeratkan persaudaraan mereka.  Orientasi ini pun dilengkapi dengan pembinaan value “Trustworthy”.


Kami berangkat Jumat malam (21/11) dari pul primajasa ciputat menuju terminal Garut. Sekitar pukul 2 ( dini hari kami sampai terminal Garut setelah kurang lebih 5 jam perjalanan yang menegangkan karena kelihaian supir bus mengebut dan menyalip dalam kondisi jalan yang berkelok dan gelap. Setibanya di terminal Garut, kami beristirahat di sebuah rumah tempat penyewaan perlengkapan naek gunung. Besoknya (22/11), saat matahari sudah keluar dari peraduannya, kami bergegas untuk melanjutkan perjalanan kami. Untuk mencapai Camp David, kami harus naik 2 kendaraan lagi, yaitu mobil kol sampai di cisurupan dan mobil bak terbuka sampai camp david. Sebagian besar peserta terbilang baru pertama kami naek gunung, namun tidak ada rasa takut yang menghinggapi mereka  dan  justru rasa antusias yang besar sangat terpancar dalam senyum dan semangat mereka  menggendong carier terberat yang pernah mereka alami.


Pemandangan menakjubkan tak hentinya membuat kami memuji Allah, Kami mendapati track kawah belerang, bukit-bukit, dan hutan selama 3 jam untuk  tiba di pondok saladah, lokasi tempat pada pendaki biasa mendirikan tenda untuk bermalam. Kami pun mendirikan tiga tenda untuk bermalam disana.


Setelah memasak dan makan bersama, kami siap untuk mendapatkan ilmu dari mas Udhi Tri Kurniawan  selaku Manager Sekolah Kepemimpinan. Sharing value tentang Trustworthy menjadi topik yang menarik mengingat mereka semua adalah pada aktivis yang memegang banyak amanah. “Ada tiga urgensi penting yang harus dipahami dari Trustworthy yaitu sebagai wujud keimanan, menjaga keharmonisan antar manusia, dan memujudkan kedamaian” kata mas udhi memberikan penekanan. Penyampaian sharing value diakhiri dengan tips cara memiliki karakter yang amanah, yaitu disiplin, pintar merasa bukan merasa pintar, dan memahami nilai-nilai agama. Kegiatan pembinaan ini ditutup dengan tanya jawab yang seru terkait pengalaman mereka dalam menjalankan amanah selama ini. Semoga nilai-nilai amanah ini meresap di hati-hati setiap dari kami, sama seperti rintik hujan dan dingin yang mulai menyusup dalam diri ketika pembinaan berlangsung.


Malam hari nya kami isi dengan memasak bersama, bercengkrama, dan beristirahat lebih awal karena kami harus bangun sebelum subuh menjelang. Pukul 4.30 dini hari, kami menjelajahi gunung papandayan bertafakur alam ke hutan mati, padang edelweis tegal alun, dan mencapai puncak gunung papandayan 2622 mdpl. Saat sampai puncak, hilang sudah semua lelah dan rasa putus asa. Teringat kata-kata yang disampaikan oleh salah satu tim tracking yang membantu kami bahwa mendaki gunung itu bukan tentang menaklukan alam tetapi bagaimanan menaklukan ego kita. Langkah riang dan ringan pun kami rasakan saat kembali turun menuju tempat camp. Ada hal yang menarik saat turun, filosofi kehidupan berlaku yakni kita dapat memberi sesuatu jika kita memiliki sesuatu yang lebih dari pada yang akan kita beri, seperti saat itu kami memberi semangat pada para pendaki yang baru akan mendaki ke puncak dan kami sedang turun menuju camp. Padahal sebelumnya saat kami menuju puncak, kami sempat diberi semangat oleh pendaki yang hendak turun dan berpapasan dengan kami. Semangat itu semakin terpatri.


Pendakian ini adalah langkah awal mereka untuk mendaki kesuksesan yang lebih berarti lagi kedepannya. Tak lain tujuan dari seluruh rangkaian pembinaan yang akan mereka jalani adalah menjadikan diri mereka menjadi orang yang memberikan manfaat seluas-luasnya untuk umat ini. Selamat datang para calon pakar ekonomi syariah Indonesia!

PERAN BAITUL MAAL WA TAMWIL (BMT) BERBASIS MASJID

Oleh : Adi Angga Sukmana (Beasiswa Activist Zakat STEI SEBI)


Bismillahirrohmanirrohim, Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh.

Masjid merupakan tempat orang berkumpul melakukan sholat secara berjamaah, dan meningkatkan solidaritas serta silaturrahmi di antara sesama kaum muslim. Di masa-masa kejayaan Islam, masjid bukan saja menjadi tempat sholat, tetapi menjadi pusat kegiatan kaum muslim seperti pemerintahan, ideologi, politik, ekonomi, sosial, peradilan, dan kemiliteran.

Masjid juga berfungsi sebagai pusat pengembangan kebudayaan Islam seperti diskusi, mengaji, dan memperdalam ilmu-ilmu pengetahuan agama serta pengetahuan umum. Namun, sudahkah peran dan fungsi masjid dapat kita hadirkan untuk menjawab tantangan umat masa kini? Menurut catatan Departemen Agama, terdapat sekitar 700.000 buah masjid yang tersebar di tanah air. Sudah saatnya institusi masjid menambah perannya sebagai basis pendidikan moral masyarakat yang didorong menjadi basis pengembangan ekonomi masyarakat agar memungkinkan masyarakat memperoleh pendapatan secara lebih halal dan berkah. Setiap pengelola masjid, didorong untuk menyusun sebuah proposal pengembangan ekonomi masyarakat sekitar. Tentu saja, pengelolaan secara transparan dan professional, merupakan prasyarat berjalannya idealisme ini secara berkelanjutan. 

Jika diinventarisir tidak sedikit diantara masjid yang sudah memilki koperasi atau BMT sebagai basis pendapatan dana untuk kemakmuran masjid pada mulanya. Akan tetapi seiring berjalannya waktu dengan diiringi permasalahan ekonomi yang kian menguat, telah banyak BMT atau koperasi yang dikelola masjid ini melakukan ekspansi pasar dengan menyalurkan dana kepada masyarakat. Akan tetapi sayangnya hal ini belum dapat dilaksanakan dengan kinerja yang jujur, akuntabel, professional, dan proporsional sehingga yang terjadi adalah kebangkrutan dari koperasi atau BMT yang ada di masjid tersebut.

Secara umum, walaupun belum berfungsi secara optimal masjid merupakan basis penting untuk pengelolaan Koperasi dengan beberapa alasan, yaitu :
1.    Lokasinya berada disekitar masyarakat dan dimiliki oleh masyarakat
2.    Jejaring relatif lebih mudah dibentuk.
3.    Dengan adanya data jamaah, kelompok masyarakat yang menjadi sasaran jelas. (baik muzaki maupun mustahik)
Dengan beberapa alasan diatas maksa sumber dana dan alokasi dana oleh karenanya dapat dilakukan secara transparan.

Oleh karena itu, perlu upaya menyadarkan dan menggerakkan umat agar kembali ke masjid harus dilakukan simultan dengan pembenahan manajemen masjid itu sendiri. Kegiatan pemberdayaan ekonomi umat berbasis masjid dapat diwujudkan seperti pembentukan koperasi masjid, pelayanan zakat, pelayanan kesehatan bagi jamaah yang tidak mampu, dan pemberdayaan aset masjid sebagai wakaf produktif yang semuanya itu perlu dikelola  secara baik. 

Pada sisi lain, masjid merupakan ruh dari gerakan dakwah. Dakwah tidak semata-mata memberikan ceramah dan pengajian saja, tapi juga mewujudkan solusi Islam terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi umatnya terutama masalah kemiskinan. Dalam kerangka ini kita baru dapat merasakan peran masjid sebagai pusat ibadah dan sentral solusi masalah kehidupan umat. 

Peran ideal masjid sebagai solusi pengentas kemiskinan tidak lahir begitu saja, tetapi perlu diupayakan bersama oleh semua komponen dalam masyarakat. Untuk itu, penulis disini menyarankan untuk dibentuk Lembaga Simpan Pinjam berpentuk Koperasi Islam atau lebih dikenal BMT di tiap-tiap masjid yang tujuanya yaitu untuk memberdayakan masyarakat di sekitar masjid. Tugas seperti ini tentu saja tidak bisa dilakukan sambilan apalagi di saat umur sudah udzur dan tantangan ekonomi yang sangat kompetitif. 

Terkait modal tergantung letak geografis masjid tersebut, kalau terletak di perkotaan tentu saja membutuhkan modal yang besar tentu saja perlu bantuan dari pemerintah setempat atau dari dana pinjaman dari BMT lain. Dan kalau terletak didaerah pedesaan yang mungkin hanya butuh dana tidak terlalu besar bisa dari dana infaq masjid yang pernah penulis praktekkan.

Untuk sasaran Program tentu saja warga fakir miskin disekitar wilayah masjid dan warga disekitar masjid yang memiliki usaha mikro. Dan sistem dan prosedur peminjaman bisa daharuskan untuk bersedia membuka tabungan di BMT sebagai cadangan pemupukan modal yang bersangkutan. Untuk prinsip pengelolaan Qordhul Hasan berbasis Masjid adalah merupakan kolaborasi antara BMT dengan UPZ Masjid

Demikian yang bisa penulis sampaikan, kami tetap menanti kritik dan saran yang membangun.

Wabillahitaufiiq wal Hidayah, Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh.

INDONESIA KRISIS AKAN RASA TANGGUNGJAWAB

Oleh                : Adi Angga Sukmana (Penerima Beasiswa SDM Ekspad DD-SEBI)
Pembina        : Udhi Trikurniawan (Manager Unit Kepemimpinan)
Tema             : Trustworthy (terpercaya, dapat dipercaya)


Bismillahirrohmanirrohim, Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh.

Apakah rasa tanggung jawab semakin memudar di negeri ini? Bisa jadi. Pernah ketika saya mengemban amanah sebagai Ketua Pelaksana Acara Milad SEBI 16, bersama teman-teman saya merancang sebuah acara yaitu perlombaan permainan daerah dan Kuliah Umum dengen tema “Peran Kampus dalam Pembangunan Umat”, dan sebagai pembicara yaitu ketua BAZNAS, Prof. DR. KH. Didin Hafidhuddin, M.Sc. Memang tidak mudah untuk merancang dan menyelenggarakan sebuah acara, ada berbagai masalah yang mungkin erat kaitanya dengan judul artikel yang kami buat ini.

Rasa tanggungjawab, rasa saling percaya, dan rasa memiliki adalah beberapa faktor internal sebuah organisasi yang harus dimiliki oleh seluruh anggotanya, tanpa ada rasa-rasa itu atau hanya beberapa yang dimiliki maka akan bisa jadi tolak ukur kesuksesan sebuah acara, dan itupun yang terjadi di acara yang saya dan teman-teman selenggarakan tersebut. Diawal terbentuknya kepanitiaan beberapa dari kami merasa belum memiliki rasa tanggungjawab, rasa saling percaya, dan rasa memiliki acara tersebut, sehingga di awal rangkaian acara (lomba permainan daerah) banyak sekali masalah yang datang, mulai dari peserta kurang respek karena kurangnya publikasi hingga beberapa panitia yang kurang serius dengan amanahnya. Saya pun tidak mau situasi ini berlanjut hingga hari puncak perayaan Milad SEBI 16, malam yang sama dihari tersebut saya pun mengumpulkan seluruh panitia untuk sedikit bermuhasabah terkait kinerja, dan juga terkait rasa tanggungjawab, rasa saling percaya dan rasa memiliki acara ini.

Kemudian kami pun komitmen bahwa kita harus mensukseksan acara ini hingga akhir acara, dari mulai saat itu semangat kontribusi panitia berubah 180 derajat, yang tadinya bersikap masa bodoh kemudian berubah drastis hingga setiap panitia merasa memiliki acara ini, bahwa kita lah yang memiliki acara ini, dan setiap panitia pun merasa saling percaya satu sama lain, dan juga di pertemuan tersebut mengajarkan kita agar untuk totalitas atau maksimal dalam melakukan tanggung jawab.

Ya itulah sepenggal kisah ku bersama teman-teman, dari itu kami belajar arti pentingnya rasa tanggungjawab, rasa saling percaya, dan rasa memiliki dalam melakukan kegiatan apapun, baik itu kegiatan kecil yang mungkin hanya aktifitas pribadi dalam keseharian atau bahkan kegiatan besar yang melibatkan banyak masa. Kemudian apa kaitanya kisahku di atas dengan judul artikel ku ini? Tentu saja berbeda kalau dilihat dari sudut pandang cakupannya, tetapi kalau kita perhatikan, kita bisa mengambil benang merah dari keduanya yaitu rasa tanggungjawab. Apa itu tanggungjawab? Pentingkah rasa tanggungjawab tersebut? Sepenting apa rasa itu untuk Negara ini? Mari kita lanjutkan.

Tanggung jawab adalah ciri manusia beradab dan berbudaya. Manusia merasa bertanggung jawab karena ia menyadari akibat baik atau buruk perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan mengabdian atau pengorbanannya. Untuk memperoleh atau meningkatkan kesadaran bertanggung jawab perlu ditempuh usaha melalui pendidikan, penyuluhan, keteladanan, dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak di sengaja.

Allah SWT menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tanpa tanggung jawab, melainkan untuk mengisi kehidupannya, manusia mempunyai tanggung jawab langsung terhadap perintah Allah SWT. Sehingga tindakan atau perbuatan manusia tidak bisa lepas dari pengawasan Allah SWT yang dituangkan dalam kitab suci Al-Qur'an melalui agama islam. Pelanggaran dari hukuman-hukuman tersebut akan segera diperingati oleh Allah melalui tanda-tanda atas kekuasaanya didunia, bisa saja dengan kita diberi halangan-halangan untuk mempersulit kita dalam melepas tanggungjawa kita, atau dengan peringatan halus atau keras oleh-Nya melalui perantara, atau bahkan dibiarkan hingga ada azab didunia atau di akhirat.

Perasaan tanggung jawab dalam pekerjaan sangat langka. Rasa egoisme lah yang menjadi faktor hilangnya rasa tanggungjawab tersebut.  Beberapa orang dengan mudahnya menuding orang lain bila ada kegagalan dalam pekerjaan atau proyek. Alasan dicari-cari untuk menyalahkan orang lain. Jarang ada yang mengatakan, "Ini kesalahan saya."

Bukan hanya dalam pekerjaan, dalam kehidupan bermasyarakat rasa tanggung jawab pun termasuk langka. Mayoritas warga membiarkan segelintir orang mengerjakan hal-hal untuk kepentingan komunitasnya, salah satunya karena mayoritas warga mulai hilang akan rasa peduli terhadap komunitas (klompok) tersebut. Rasa gotongroyong dan kebersamaan yang menjadi slogan warga Indonesia zaman dulu sekarang semakin langka.

Kebanyakan manusia zaman ini hanya memberikan sedikit perhatiannya kepada sesama warga, masing-masing dari mereka menikmati dirinya sendiri. Yang sering bisa dilakukan hanyalah menyumbang sejumlah uang; tidak mau repot untuk urusan kepentingan warga. Ini karena sikap individualis betul-betul telah menggerogoti warga.

Yang lebih memprihatinkan adalah bahwa di institusi-institusi terhormat sekalipun, yang katanya berisi sarjana-sarjana cerdas sikap bertanggung jawab pun hampir dapat dikatakan semakin sirna. Sangat aneh, iya memang unik negeri ini, para wakil rakyat yang seharusnya bersikap dan mengambil kebijakan untuk kepentingan rakyat tetapi yang terjadi bahkan sebaliknya.

Dari media masa baik itu koran, televisi, radio, internet, atau sarana lain bisa dilihat bagaimana para politisi, aparat negara, dan elit negara menunjukkan sikap yang mengindikasikan lemahnya akan rasa tanggungjawab; terdengar kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme yang melibatkan para pejabat public tersebut.

Seharusnya setiap institusi, perusahaan, atau organisasi memiliki eksistensi yang berasal dari value yg kuat, dan value tersebut dipahami betul untuk tim didalamnya. Sehingga institusi, perusahaan, atau organisasi tersebut bisa mempertahankan karaktertenya walaupun diterpa zaman yang kontra dengan etika. Seperti yang dilakukan oleh Post Pendidikan Dompet Dhuafa yang memiliki memiliki value yaitu TRUSH, modeL, Profesional, Inovativ, BTROtherhood (TRUSHLIPIBRO), dan lembaga ini pun terus mengupayakan bahwa seluruh perangkat terus memegang teguh nilai-nilai ini. Wal hasil LAZ Dompet Dhuafa pun terus eksis untuk menjadi LAZ yang terdepan dan mempunyai integritas tinggi, seperti loganya yaitu seperti mata panah (segitiga) yang melambangkan yaitu selalu terdepan dan melesat ke target sasaran tetapi tetap memegang nilai-nilai yang sudah di pegang selama ini.

Pendidikan formal memang tidak selalu menghasilkan pribadi-pribadi yang bertanggungjawab. Tidak selalu ada relasi yang berbanding lurus antara pendidikan yang diterima dengan rasa tanggung jawab. Semakin tinggi pendidikan seseorang tidak selalu berarti ia semakin bertanggung jawab. Namun, ada juga orang yang berpendidikan rendah, tapi memiliki tanggung jawab tinggi. Sekalipun sulit, masih ditemukan sosok-sosok yang jujur dengan pendidikan minim.

Kalau ditanya, seberapa pentingkah tanggungjawab bagi kita sebagai individu? Maka jawabanya adalah sangat penting. Karena tanggungjawab adalah wujud keimanan, ketika mendapat amanah jangan sekali-kali mengkhianati, karena setiap tangungjawab yang kita emban akan dimintai pertanggungjawabanya baik itu oleh atasan kita, dan pastinya oleh sang pencipta yaitu Allah Azza wa Jalla. Dan sikap tanggungjawab akan menjaga keharmonisan antar manusia, juga akan memunculkan kedamaian dan tidak akan dibayang-bayangi rasa bersalah.

Mungkin timbul pertanyaan kedua, kenapa harus saya? Mungkin disini dalam konteks organisasi. Pertama kita harus melihat kondisi, yaitu kondisi dimana masih ada peluang orang lain untuk menjalankan tanggungjawab itu maka sampaikan, dengan kata lain kita boleh memberikanlah tanggungjawab yang mungkin orang lain amanahkan untuk kita, tapi kita serahkan ke orang yang menurut kita lebuh mampu. Tapi jika kondisi dimana memang tidak ada orang lain maka kita harus menerima itu dengan profesional , jadi amanah yg kita terima merupakan resiko kita, risiko atas kesempatan yang kita punya.

Bekerja dengan sikap yang penuh tanggung jawab memang bukan karakter yang muncul dengan mudah. Nilai itu harus dilatih dan tidak sedikit godaan untuk bisa meraihnya, disini ada 3 point agar memiliki karakter tanggungjawab:
1.      Disiplin, yaitu tidak menunda-nunda pekerjaan, kadang kita mengerjakan sesuatu dengan kemauan bukan kemampuan, saran dari penulis yaitu memperbanyak momen untuk mengeksplor sesuai kemampuan. Karena kadang kualitas deadline lebih baik dari kualitas yg banyak waktu.
2.      Muhasabah, yaitu menghitung, menilai, memutuskan, bagaimana mengerjakan amanah-amanah kita agar efektif dan efisien (tepat guna dan tepat sasaran).
3.      Sejauh mana pemahaman terhadap agama, pemahaman terhadap nilai-nilai islam menentukan sejauh mana amanah kita.

Di dunia kerja, keuntungan menjadi ukuran keberhasilan, bukan proses. Kebanyakan orang berlomba-lomba untuk menumpuk terus pundi-pundi uang yang mungkin sudah melebihi kebutuhan mereka dengan tanpa peduli apakah kerabat ataupun tetangganya kelaparan. Masa bodoh dengan etika baik, yang terpenting bagi mereka adalah harta dan jabatan, juga disisi lain rakyat miskinnya terlalu nyaman dengan kemiskinanya, sesungguhnya tidak seutuhnya orang miskin dinegri ini benar-benar miskin harta dan lemah fisik hingga tidak bisa menjemput rizki tapi yang terjadi adalah miskin mental dan lemah karakter. Jadi, bisa dikatakan bahwa tantangan untuk menjadi seorang individu yang bertanggung jawab bukanlah pilihan mudah di Negri ini.

Professional, iya benar kata tersebut lah yang seharusnya ada dalam diri setiap orang di negeri ini terutama umat islam, bahkan saya percaya seluruh agama didunia ini mengajarkan umatnya untuk bersikap professional, yaitu menjalankan tanggungjawab dengan baik sesuai dengan yang sudah disepakati. Sebelum manusia tercipta didunia ini pun, ruh ini dengan Sang Pencipta telah bersepakat dengan sepenuh hati bahwa tiada tuhan selain Allah, tuhan satu-satunya yang patut dan pantas di sembah.

Logika seharusnya, apabila masyarakat suatu negara menjalankan setiap ajaran agamanya dengan tekun seperti di Indonesia maka negara tersebut akan tentram dan sejahtera karena diisi oleh orang-orang yang bertanggungjawab. Tetapi apa yang terjadi dengan indonesia? Negri kepulauan yang memiliki lebih dari 13ribu pulau, Negara yang memiliki jumlah penduduk lebih dari 240juta orang, dengan 80% beragama Islam, Negara yang memiliki utang lebih dari 2.600triliun, Negara termiskin ke 68 dunia (nomer ke1 yaitu Negara Zombabwe), Negara yeng memiliki penduduk miskin mencapai lebuh dari 28juta orang, Negara dengan indeks persepsi korupsi mencapai peringkat peringkat 107 (malaysia peringkat 50), Bahkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) pada periode 2004-2011 menyelidiki 417 kasus, dan pengembalian uang negara dari kasus yang ditangani KPK mencapai Rp 800 miliar.

Apa yang salah? Iya benar salah satu jawabannya yaitu bahwa Indonesia krisis akan rasa tanggungjawab. Bagaimana cara mengatasinya? Salah satunya yaitu merubah kurikulum pendidikan kita, yang harus diutamakan dalam pendidikan dasar bagi anak-anak penerus bangsa adalah ilmu tentang etika dan aqidah, dan setelah itu barulah ilmu pengetahuan yang lainnya. Mungkin beberapa kita tidak bisa untuk melakukan itu untuk sekarang ini, tetapi minimal jadilah kita menjadi salah satu dari jutaan manusia yang akan memajukan Indonesia dan menegakkan agama Islam, dan apabila kita belum bisa menjadi tokoh utama yang akan mengubah negara lebih maju setidaknya kita memiliki peran untuk membantu tokoh utama, dan jangan sampai kita tidak ada peran sedikitpun untuk kemajuan bangsa dan agama ini.

Jadi kata kuncinya yaitu bahwa Islam akan jaya pada masanya kelak, kemudian peran apa yang akan kita berikan untuk kejayaan itu? kalaupun kita tidak punya peran untuk kejayaan itu, setidaknya kita jangan menghambat akan kejayaanya.

Wabillahitaufiiq wal Hidayah, Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh.

Sabtu, 24 Januari 2015

AKU HIDUP DARI PERJALANAN KEHIDUPANKU

Tema : Autobiografi / otobiografi.
Oleh : Adi Angga Sukmana, Mahasiswa STEI SEBI Depok.

(Foto Wisuda Santri Angkatan V Pon Pes Darul Hikmah Kutoarjo, 12 Juni 2011. Kiri: Suroto, Adi Angga S, Sumiati ZD)

Bismillahirrohmanirrohim, Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh.
Nama saya Adi Angga Sukmana, nama panggilan saya Adi, ada juga teman saya memanggil dengan nama Angga, silahkan pilih sesuka hati. Ayah saya bernama Suroto (59) dan ibu saya bernama Sumiati Zaitul Diani (59). Saya anak kedua dari dua bersaudara, kakak saya perempuan  bernama Wahyu Desiyanti (32) dan saat ini beliau sudah menikah dan mempunyai anak satu laki-laki (4). Saya lahir di Kab Purworejo dan saat ini berdomisili di Kota Depok, tepatnya di jalan Raya Bojongsari, Rt.01/Rw.01 Pondok Rangga, Kel. Curug, Kec. Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat.
Masa kecil saya banyak dihabiskan di Kab. Purworejo, lebih tepatnya di jalan Kutoarjo-Ketawang, Rt.03/Rw.03, Desa Aglik, Kec. Grabag, Kab. Purworejo, Jawa Tengah. Mungkin Purworejo bukanlah sebuah kabupaten yang terkenal seperti kabupaten-kabupeten yang mengelilinginya, seperti Magelang, Kebumen, dan Prov. Yogyakarta. Tetapi tidak bisa diremehken juga karena Kab. Puworejo walaupun tidak seterkenal kabupaten yang mengelilinginya tapi memiliki hasil-hasil pertanian dan perikanan yang cukup untuk didistribusikan tidak hanya untuk daerah sendiri dan sekelilingnya tetapi juga untuk diekspor ke luar negeri, hasil tambak seperti udang sering banyak permintaan bahkan sampai diekspor ke luar negeri, juga Kab. Purworejo termasuk penghasil seperti buah kelapa, melon, dan pepaya.
Sempat saat usia saya menginjak tiga tahun tinggal diperumahan di kabupaten yang sama selama ± 1tahun, dengan alasan perumahan yang saya tempati lebih dekat dengan tempat ibu saya bekerja. Setelah itu, dengan alasan ingin  hidup di desa yang lebih nyaman dan dekat dengan tempat tinggal kakek dan nenek dari ibu, akhirnya saya dan keluarga kembali ke rumah asal. Bapak saya saat ini setelah keluar dari pekerjaannya sebagai karyawan di PT. KAI Poncol Semarang, dan sejak pertengahan tahun 2013 bapak bekerja di Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara Republik Indonesia (LPPNRI). Sedangkan pekerjaan ibu saya adalah Guru TK di TK Seruni 1.
Tahun 1998, saya mulai memasuki bangku sekolah dasar, setelah terlebih dahulu bersekolah di Taman Kanak Teratai Putih Aglik selama satu tahun. Saat itu saya bersekolah di SDN Aglik 1, dari kecil sampai selama jenjang sekolah dasar memang waktu banyak saya habiskan di desa sendiri bahkan TK dan SD pun saya didesa yang saya tempati. Banyak pengalaman berharga dan teman baik yang saya dapatkan di waktu SD selain karena belum terpengaruh westernisasi dan modernisasi karena terletak agak jauh dari perkotaan, juga memang budaya didesa ku orangnya ramah-ramah, dan sangat tabu sekali bila ada warga yang bertengkar.
Setelah lulus SD tahun 2008 saya melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi di SMP Darul Himah Islamic Boarding School Kutoarjo di Kab. Purworejo, karena berbentuk pondok pesantren jadi semua santrinya tinggal diasrama, dan ini adalah pondok khusus laki-laki jadi tidak ada santriwatinya. Saat awal saya masuk pondok pesantren memang merasa lelah dan berat karena belum terbiasa hidup jauh dari orang tua. Tetapi seiring berjalannya waktu dan terus mengikuti proses belajar mengajar di pondok tersebut saya merasa bersyukur dan bangga bisa sekolah disana karena saat dipondok tersebut, selain karna SMP Darul Hikmah adalah SMP swasta terbaik di Kab. Purworejo juga saya merasa menemukan jatidiri saya yang sebenarnya diantaranya kesadaran saya bahwa Allah Ta’ala dengan sengaja menciptakan kita didunia tidak lain adalah hanya untuk kita beribadah kepada-Nya, yang mungkin dari kecil sampai sebelum masuk pondok saya belum merasa setakut ini terhadap Kuasa-Nya pada waktu itu.
 Rasa syukur saya juga terbangun karna sebab saya tahu diluar sana masih banyak anak-anak yang bahkan merasakan bangku sekolah dasarpun tidak, apalagi melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi seperti saya. Tahun 2008 saya lulus dari SMP tersebut dan melanjutkan sekolah lagi di SMA Darul Hikmah. Iya disinilah saya melanjutkan sekolah, di SMA yang satu yayasan dengan SMP yang menjadi tempat saya menuntut ilmu, SMP-SMA Darul Hikmah adalah pondok pesantren modern dalam satu payung yayasan, yaitu Yayasan Bustanil Arifin.
Pada waktu SMA saya mulai membangun cita-cita, mimpi dan harapan saya kedepan. Cita-cita berawal dari mimpi ketika saya duduk dibangku kelas X, saya mendapat sebuah pertanyaan yang sebenarnya sering saya dengar dan sering pula saya jawab, namun tak pernah memikirkannya lebih jauh lagi. Pertanyaannya sederhana, tetapi tetap saja membuat saya berpikir 1000 kali lagi untuk menjawabnya, pertanyaan itu adalah, “Cita-cita kamu mau jadi apa?”
Saya ingat, pertanyaan tadi sebenarnya sudah terlontar berkali-kali oleh guru, keluarga, bahkan orang yang mungkin baru kita kenal, sejak saya masih kanak-kanak dan saat itu pula saya sudah bisa menjawabnya. Dulu, saya menjawabnya asal. Hari ini saya jawab ingin menjadi dokter, besok saya jawab ingin menjadi guru, esoknya lagi saya menjawab menjadi manager perusahaan, esoknya lagi saya jawab ingin menjadi arsitektur, begitulah seterusnya. Bedanya dengan sekarang, saya menjawab pertanyaan tersebut dengan sebuah keyakinan atas dasar pemikiran realistis saya sendiri, walaupun pada waktu itu juga masih sering ingin ini ingin itu.
Banyak pengalaman berharga yang saya dapatkan waktu SMA, saya termasuk orang yang suka dan aktif berorganisasi, pengalaman organisasi sebenarnya sudah saya rasakan sejak bangku SMP, waktu itu saya aktif di OSIS. Dan makin terasah di bangku SMA. Dulu saya orangnya paling pendiam dan susah sekali bergaul, dan paling takut berbicara didepan umum, saat bicara didepan umum kaki terasa bergetar dan lidah terasa kaku, bahkan untuk melihat ke audiens saja mata terasa berat. Selain aktif di OSIS saya juga aktif di kegiatan Pramuka, bahkan saat ini saya sudah memiliki lisensi sebagai pembina pramuka seteleh mengikuti Kursus Mahir Dasar (KMD) Pramuka.
Tapi bersyukur saat sekolah di Darul Hikmah saya sedikit demi sedikit sudah mulai sembuh dari demam panggung, walaupun masih kurang lancar dalam merangkai kata. Selain karena ada ekskul wajib yaitu muhadhoroh (pidato) tiap minggunya yang mengharuskan santri-santrinya berpidato didepan teman-temannya yang terbagi dalam beberapa klompok, juga saya terbiasa berdiskusi, berargumen, dan berpendapat saat berkecimpung di organisasi. Selain pengalaman public speking yang saya dapatkan, juga kita belajar berbahasa arab saat SMP dan bahasa inggris, bahkan diwajibkan buat semua santri untuk memakai dua bahasa tersebut saat melakukan aktifitas keseharian ataupun sekedar ngobrol dengan temannya.
Dan tibalah saat-saat acara perpisahan skolah setelah enam tahun menuntut ilmu di pondok pesantren dengan penuh haru, kami semua menangis bukan karena tidak mau menerima kenyataan, dan bukan karna tidak trima dengan keadaan yang mengharuskan kami harus berpisah dan berjuang di jalan masing-masing dan menentukan jalan sendiri setelah berjuang bersama-sama selama enam tahun. Tapi kami menangis karena kita semua bahagia sudah menyelesaikan pendidikan di Darul Hikmah, kami menangis karena kami merasa kami kurang maksimal dalam mendalami keilmuan selama enam tahun, kami menangis karena jalan untuk menggapai kesuksesan semakin dekat, kami menangis karena kami sadar bahwa wakti benar-benar tidak dapat kembali, kami menangis karena kami sadar bahwa waktu di dunia benar-benar sangat singkat dibandingkan hidup diakhirat yang kekal abadi.
Terlepas dari hal itu, saya juga bersyukur karena saat wisuda kelulusan sekaligus perpisahan dengan sekolah, asrama, teman seangkatan, teman sekamar, ustadz dan ustadzah, bagian TU, ibu-ibu dapur, adek-adek kelas, dan semua civitas akademika Ponpes Darul Hikmah, juga alhamdulillah mendapat penghargaan sebagai lulusan terbaik Jurusan IPS.
Masuklah saya di dunia baru, persaingan daftar dan tes perguruan tinggi adalah tantangan pertama kami di dunia yang baru, saya pun mencoba beberapa perguruan tinggi diantaranya; IPDN, AKPOL, UGM (D3 Hukum), Jogja Flight (D1 Pramugara), IHS Solo (D3 Perhotelan), STEI Tazkia (S1 Perbankan Syariah), dan STEI SEBI (S1 Akuntansi Syariah). Tapi saat itu yang diterima hanya UGM, Jogja Flight, UHS Solo, STEI Tazkia, dan STEI SEBI, dengan berpikir panjang dan penuh pertimbangan akhirnya saya memilih STEI SEBI sebagai pelabuhan saya berikutnya sebagai tempat saya menggali ilmu, terutama dijurusan Akuntansi Syariah. Sebenarnya tidak pernah terlintas dipikiran waktu itu saya kuliah di wetan (sebutan orang Jateng & DIY untuk menyebutkan tempat di daerah Jabar & DKI Jakarta), tapi itu bukan lah masalah.
Tidak terlalu susah untuk menyesuaikan diri di STEI SEBI, karena disini memiliki lingkungan budaya islami yang sesuai budaya saya di pondok dulu, dan karena dulu saya waktu SMA mengambil jurusan IPS jadi linear dengan jursan yang sekarang. Mungkin penyesuaian diri yang perlu perhatian lebih yaitu budaya jawa saya dengan budaya sunda disini.
Banyak harapan beriring doa baik untuk diri ku sendiri, agama, negara, dan almamater. Setelah masuk kuliah beberapa pekan dan bulan saya sempat merasa ragu atas pilihan saya dulu masuk STEI SEBI, tapi setelah beberapa bulan berikutnya saya sadar bahwa ini adalah jalan terbaik saya yang diberikan oleh Allah Ta’ala untuk ku lebih dekat dengan-Nya, tidak bisa dibayangka apabila saya kuliah ditempat yang kurang dalam penanaman nilai-nilai agama, dan di sini saya merasa jalan untuk mencapai kesuksesan saya semakin bisa ditrawang. Dengan lingkingan yang islami dan suasana belajar yang kondusif saya rasa cukup untuk mengazzamkan diri ini untuk bisa memberikan sesuatu yang membanggakan orang tua dan menjadi orang yang lebih bisa memberi manfaat bagi orang lain.
Dan lagi-lagi karena rasa suka saya dengan organisasi, didunia perkuliahan pun saya tidak lepas dari organisasi mulai dari BEM, Forum Daerah, Himpunan Prodi, sampai Himpunan Beasiswa. Juga rasa syukur saya kepada Allah Ta’ala yang sekaligus menjadi salah satu alasan saya memilih STEI SEBI menjadi tempah saya berlabuh di bangku kuliah yaitu mendapat beasiswa dari kampus.
Saat ini saya sudah semester 5 dan Alhamdulillah selama empat semester yang lalu IPK dibawah 3,8. Itu adalah kembanggaan tersendiri untuk saya sendiri dan juga buat orang tua tercinta di rumah. Beberapa pengalaman kepanitiaan yang pernah saya jalani yaitu salah satunya menjadi Humas GES 8, Ketua Pelaksana OSPEK, dan Ketua Pelaksana Milad SEBI 16. Dan disini lah saya menemukan motif utama dakwah dan esensi dari organisasi itu sendiri.
Di semester ini tidak menduga saya mendapat kesempatan untuk mengikuti seleksi beasiswa Ekspad Dompet Dhuafa, dan seleksi yang terdiri dari beberapa tahap meloloskan delapan orang dan saya termasuk dari delapan orang teman saya yang lain. Setelah dilakukan orientasi pikiran saya mulai terbuka bahwa betapa beruntungnya saya mendapatkan beasiswa ini, disini saya bisa mendapatkan pembinaan, pengalaman berharga, dan kesempatan untuk mengembangkan diri. Diantar sebab adanya beasiswa ini adalah karena melihat fenomena masyarakat yang miskin mental dan lemah karakter, oleh karena itu beberapa tuntutan dari pihak kampus dan pihak pemberi beasiswa yaitu Beastudi Indonesia milik Lembaga Zakat Dompet Dhuafa yaitu harus memiliki kepakaran yang spesifik, dan disini saya memilih kepakaran Baitul Maal wa Tamwil (BMT), selain itu juga mengharuskan bagi penerima beasiswa untuk merancang program-program yang berdampak positif dan langsung ke masyarakat.
Harapan-harapan besar selalu menjadi motifasi saya untuk terus mengembangkan diri, dan harapan tersebut tak akan terkabul tanpa restu dari orang-orang yang saya sayangi, yang utama adalah kedua orangtua saya, lalu saudara, guru, dosen, pembimbing, dan sahabat-sahabat saya yang senantiasa berbagi cerita dengan saya. Dan terimakasih yang tak terhingga untuk Allah Ta’ala dan kedua orangtua saya, juga terimakasih yang sebanyak-banyaknya untuk orang-orang yang selalu mendukung saya.
Salah satu Ayat faforit saya (QS. Az-Zalzakah: 7-8) Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpuh, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.”
Demikianlah sekilas autobiografi/otobiografi diriku, semoga dapat memberi banyak manfaat. Trimakasih atas perhatiannya

Wabillahitaufiiq wal Hidayah, Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh.