Tema : Autobiografi / otobiografi.
Oleh : Adi Angga Sukmana, Mahasiswa STEI SEBI Depok.
(Foto Wisuda Santri Angkatan V Pon Pes Darul Hikmah Kutoarjo, 12 Juni 2011. Kiri: Suroto, Adi Angga S, Sumiati ZD)
Bismillahirrohmanirrohim, Assalamualaikum Warohmatullahi
Wabarokaatuh.
Nama saya Adi Angga Sukmana, nama panggilan saya Adi, ada juga
teman saya memanggil dengan nama Angga, silahkan pilih sesuka hati. Ayah saya
bernama Suroto (59) dan ibu saya bernama Sumiati Zaitul Diani (59). Saya anak kedua
dari dua bersaudara, kakak saya perempuan
bernama Wahyu Desiyanti (32) dan saat ini beliau sudah menikah dan
mempunyai anak satu laki-laki (4). Saya lahir di Kab Purworejo dan saat ini berdomisili di Kota Depok, tepatnya di jalan Raya
Bojongsari, Rt.01/Rw.01 Pondok Rangga, Kel. Curug, Kec. Bojongsari, Kota Depok,
Jawa Barat.
Masa kecil saya banyak dihabiskan di Kab. Purworejo, lebih tepatnya
di jalan Kutoarjo-Ketawang, Rt.03/Rw.03, Desa Aglik, Kec. Grabag, Kab.
Purworejo, Jawa Tengah. Mungkin Purworejo bukanlah sebuah kabupaten yang
terkenal seperti kabupaten-kabupeten yang mengelilinginya, seperti Magelang,
Kebumen, dan Prov. Yogyakarta. Tetapi tidak bisa diremehken juga karena Kab.
Puworejo walaupun tidak seterkenal kabupaten yang mengelilinginya tapi memiliki
hasil-hasil pertanian dan perikanan yang cukup untuk didistribusikan tidak
hanya untuk daerah sendiri dan sekelilingnya tetapi juga untuk diekspor ke luar
negeri, hasil tambak seperti udang sering banyak permintaan bahkan sampai
diekspor ke luar negeri, juga Kab. Purworejo termasuk penghasil seperti buah
kelapa, melon, dan pepaya.
Sempat saat usia saya menginjak tiga tahun tinggal diperumahan di
kabupaten yang sama selama ± 1tahun, dengan alasan perumahan yang saya tempati
lebih dekat dengan tempat ibu saya bekerja. Setelah itu, dengan alasan ingin hidup di desa yang lebih nyaman dan dekat
dengan tempat tinggal kakek dan nenek dari ibu, akhirnya saya dan keluarga
kembali ke rumah asal. Bapak saya saat ini setelah keluar dari pekerjaannya
sebagai karyawan di PT. KAI Poncol Semarang, dan sejak pertengahan tahun 2013
bapak bekerja di Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara Republik Indonesia
(LPPNRI). Sedangkan pekerjaan ibu saya adalah Guru TK di TK Seruni 1.
Tahun 1998, saya mulai memasuki bangku sekolah dasar, setelah
terlebih dahulu bersekolah di Taman Kanak Teratai Putih Aglik selama satu tahun.
Saat itu saya bersekolah di SDN Aglik 1, dari kecil sampai selama jenjang
sekolah dasar memang waktu banyak saya habiskan di desa sendiri bahkan TK dan
SD pun saya didesa yang saya tempati. Banyak pengalaman berharga dan teman baik
yang saya dapatkan di waktu SD selain karena belum terpengaruh westernisasi dan
modernisasi karena terletak agak jauh dari perkotaan, juga memang budaya didesa
ku orangnya ramah-ramah, dan sangat tabu sekali bila ada warga yang bertengkar.
Setelah lulus SD tahun 2008 saya melanjutkan kejenjang pendidikan
yang lebih tinggi di SMP Darul Himah Islamic Boarding School Kutoarjo di Kab.
Purworejo, karena berbentuk pondok pesantren jadi semua santrinya tinggal
diasrama, dan ini adalah pondok khusus laki-laki jadi tidak ada santriwatinya.
Saat awal saya masuk pondok pesantren memang merasa lelah dan berat karena
belum terbiasa hidup jauh dari orang tua. Tetapi seiring berjalannya waktu dan
terus mengikuti proses belajar mengajar di pondok tersebut saya merasa
bersyukur dan bangga bisa sekolah disana karena saat dipondok tersebut, selain
karna SMP Darul Hikmah adalah SMP swasta terbaik di Kab. Purworejo juga saya
merasa menemukan jatidiri saya yang sebenarnya diantaranya kesadaran saya bahwa
Allah Ta’ala dengan sengaja menciptakan kita didunia tidak lain adalah hanya
untuk kita beribadah kepada-Nya, yang mungkin dari kecil sampai sebelum masuk
pondok saya belum merasa setakut ini terhadap Kuasa-Nya pada waktu itu.
Rasa syukur saya juga
terbangun karna sebab saya tahu diluar sana masih banyak anak-anak yang bahkan
merasakan bangku sekolah dasarpun tidak, apalagi melanjutkan kejenjang yang
lebih tinggi seperti saya. Tahun 2008 saya lulus dari SMP tersebut dan
melanjutkan sekolah lagi di SMA Darul Hikmah. Iya disinilah saya melanjutkan
sekolah, di SMA yang satu yayasan dengan SMP yang menjadi tempat saya menuntut
ilmu, SMP-SMA Darul Hikmah adalah pondok pesantren modern dalam satu payung
yayasan, yaitu Yayasan Bustanil Arifin.
Pada waktu SMA saya mulai membangun cita-cita, mimpi dan harapan
saya kedepan. Cita-cita berawal dari mimpi ketika saya duduk dibangku kelas X,
saya mendapat sebuah pertanyaan yang sebenarnya sering saya dengar dan sering
pula saya jawab, namun tak pernah memikirkannya lebih jauh lagi. Pertanyaannya
sederhana, tetapi tetap saja membuat saya berpikir 1000 kali lagi untuk
menjawabnya, pertanyaan itu adalah, “Cita-cita kamu mau jadi apa?”
Saya ingat, pertanyaan tadi sebenarnya sudah terlontar berkali-kali
oleh guru, keluarga, bahkan orang yang mungkin baru kita kenal, sejak saya
masih kanak-kanak dan saat itu pula saya sudah bisa menjawabnya. Dulu, saya
menjawabnya asal. Hari ini saya jawab ingin menjadi dokter, besok saya jawab
ingin menjadi guru, esoknya lagi saya menjawab menjadi manager perusahaan,
esoknya lagi saya jawab ingin menjadi arsitektur, begitulah seterusnya. Bedanya
dengan sekarang, saya menjawab pertanyaan tersebut dengan sebuah keyakinan atas
dasar pemikiran realistis saya sendiri, walaupun pada waktu itu juga masih
sering ingin ini ingin itu.
Banyak pengalaman berharga yang saya dapatkan waktu SMA, saya
termasuk orang yang suka dan aktif berorganisasi, pengalaman organisasi
sebenarnya sudah saya rasakan sejak bangku SMP, waktu itu saya aktif di OSIS.
Dan makin terasah di bangku SMA. Dulu saya orangnya paling pendiam dan susah
sekali bergaul, dan paling takut berbicara didepan umum, saat bicara didepan
umum kaki terasa bergetar dan lidah terasa kaku, bahkan untuk melihat ke
audiens saja mata terasa berat. Selain aktif di OSIS saya juga aktif di
kegiatan Pramuka, bahkan saat ini saya sudah memiliki lisensi sebagai pembina
pramuka seteleh mengikuti Kursus Mahir Dasar (KMD) Pramuka.
Tapi bersyukur saat sekolah di Darul Hikmah saya sedikit demi
sedikit sudah mulai sembuh dari demam panggung, walaupun masih kurang lancar
dalam merangkai kata. Selain karena ada ekskul wajib yaitu muhadhoroh (pidato)
tiap minggunya yang mengharuskan santri-santrinya berpidato didepan
teman-temannya yang terbagi dalam beberapa klompok, juga saya terbiasa
berdiskusi, berargumen, dan berpendapat saat berkecimpung di organisasi. Selain
pengalaman public speking yang saya dapatkan, juga kita belajar berbahasa arab
saat SMP dan bahasa inggris, bahkan diwajibkan buat semua santri untuk memakai
dua bahasa tersebut saat melakukan aktifitas keseharian ataupun sekedar ngobrol
dengan temannya.
Dan tibalah saat-saat acara perpisahan skolah setelah enam tahun
menuntut ilmu di pondok pesantren dengan penuh haru, kami semua menangis bukan
karena tidak mau menerima kenyataan, dan bukan karna tidak trima dengan keadaan
yang mengharuskan kami harus berpisah dan berjuang di jalan masing-masing dan
menentukan jalan sendiri setelah berjuang bersama-sama selama enam tahun. Tapi
kami menangis karena kita semua bahagia sudah menyelesaikan pendidikan di Darul
Hikmah, kami menangis karena kami merasa kami kurang maksimal dalam mendalami
keilmuan selama enam tahun, kami menangis karena jalan untuk menggapai
kesuksesan semakin dekat, kami menangis karena kami sadar bahwa wakti
benar-benar tidak dapat kembali, kami menangis karena kami sadar bahwa waktu di
dunia benar-benar sangat singkat dibandingkan hidup diakhirat yang kekal abadi.
Terlepas dari hal itu, saya juga bersyukur karena saat wisuda
kelulusan sekaligus perpisahan dengan sekolah, asrama, teman seangkatan, teman
sekamar, ustadz dan ustadzah, bagian TU, ibu-ibu dapur, adek-adek kelas, dan
semua civitas akademika Ponpes Darul Hikmah, juga alhamdulillah mendapat
penghargaan sebagai lulusan terbaik Jurusan IPS.
Masuklah saya di dunia baru, persaingan daftar dan tes perguruan
tinggi adalah tantangan pertama kami di dunia yang baru, saya pun mencoba
beberapa perguruan tinggi diantaranya; IPDN, AKPOL, UGM (D3 Hukum), Jogja
Flight (D1 Pramugara), IHS Solo (D3 Perhotelan), STEI Tazkia (S1 Perbankan
Syariah), dan STEI SEBI (S1 Akuntansi Syariah). Tapi saat itu yang diterima
hanya UGM, Jogja Flight, UHS Solo, STEI Tazkia, dan STEI SEBI, dengan berpikir
panjang dan penuh pertimbangan akhirnya saya memilih STEI SEBI sebagai
pelabuhan saya berikutnya sebagai tempat saya menggali ilmu, terutama dijurusan
Akuntansi Syariah. Sebenarnya tidak pernah terlintas dipikiran waktu itu saya
kuliah di wetan (sebutan orang Jateng & DIY untuk menyebutkan tempat di
daerah Jabar & DKI Jakarta), tapi itu bukan lah masalah.
Tidak terlalu susah untuk menyesuaikan diri di STEI SEBI, karena
disini memiliki lingkungan budaya islami yang sesuai budaya saya di pondok
dulu, dan karena dulu saya waktu SMA mengambil jurusan IPS jadi linear dengan
jursan yang sekarang. Mungkin penyesuaian diri yang perlu perhatian lebih yaitu
budaya jawa saya dengan budaya sunda disini.
Banyak harapan beriring doa baik untuk diri ku sendiri, agama,
negara, dan almamater. Setelah masuk kuliah beberapa pekan dan bulan saya
sempat merasa ragu atas pilihan saya dulu masuk STEI SEBI, tapi setelah
beberapa bulan berikutnya saya sadar bahwa ini adalah jalan terbaik saya yang
diberikan oleh Allah Ta’ala untuk ku lebih dekat dengan-Nya, tidak bisa
dibayangka apabila saya kuliah ditempat yang kurang dalam penanaman nilai-nilai
agama, dan di sini saya merasa jalan untuk mencapai kesuksesan saya semakin
bisa ditrawang. Dengan lingkingan yang islami dan suasana belajar yang kondusif
saya rasa cukup untuk mengazzamkan diri ini untuk bisa memberikan sesuatu yang
membanggakan orang tua dan menjadi orang yang lebih bisa memberi manfaat bagi
orang lain.
Dan lagi-lagi karena rasa suka saya dengan organisasi, didunia
perkuliahan pun saya tidak lepas dari organisasi mulai dari BEM, Forum Daerah,
Himpunan Prodi, sampai Himpunan Beasiswa. Juga rasa syukur saya kepada Allah
Ta’ala yang sekaligus menjadi salah satu alasan saya memilih STEI SEBI menjadi
tempah saya berlabuh di bangku kuliah yaitu mendapat beasiswa dari kampus.
Saat ini saya sudah semester 5 dan Alhamdulillah selama empat
semester yang lalu IPK dibawah 3,8. Itu adalah kembanggaan
tersendiri untuk saya sendiri dan juga buat orang tua tercinta di rumah.
Beberapa pengalaman kepanitiaan yang pernah saya jalani yaitu salah satunya
menjadi Humas GES 8, Ketua Pelaksana OSPEK, dan Ketua Pelaksana Milad SEBI 16.
Dan disini lah saya menemukan motif utama dakwah dan esensi dari organisasi itu
sendiri.
Di semester ini tidak menduga saya mendapat kesempatan untuk
mengikuti seleksi beasiswa Ekspad Dompet Dhuafa, dan seleksi yang terdiri dari
beberapa tahap meloloskan delapan orang dan saya termasuk dari delapan orang teman
saya yang lain. Setelah dilakukan orientasi pikiran saya mulai terbuka bahwa
betapa beruntungnya saya mendapatkan beasiswa ini, disini saya bisa mendapatkan
pembinaan, pengalaman berharga, dan kesempatan untuk mengembangkan diri. Diantar sebab adanya beasiswa
ini adalah karena melihat fenomena masyarakat yang miskin mental dan lemah
karakter, oleh karena itu beberapa tuntutan dari pihak kampus dan pihak pemberi
beasiswa yaitu Beastudi Indonesia milik Lembaga Zakat Dompet Dhuafa yaitu harus
memiliki kepakaran yang spesifik, dan disini saya memilih kepakaran Baitul Maal
wa Tamwil (BMT), selain itu juga mengharuskan bagi penerima beasiswa untuk
merancang program-program yang berdampak positif dan langsung ke masyarakat.
Harapan-harapan besar selalu menjadi motifasi
saya untuk terus mengembangkan diri, dan harapan tersebut tak akan terkabul
tanpa restu dari orang-orang yang saya sayangi, yang utama adalah kedua
orangtua saya, lalu saudara, guru, dosen, pembimbing, dan sahabat-sahabat saya
yang senantiasa berbagi cerita dengan saya. Dan terimakasih yang tak terhingga
untuk Allah Ta’ala dan kedua orangtua saya, juga terimakasih yang
sebanyak-banyaknya untuk orang-orang yang selalu mendukung saya.
Salah satu Ayat faforit saya (QS. Az-Zalzakah: 7-8) “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat
dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang
mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpuh, niscaya dia akan melihat (balasan)nya
pula.”
Demikianlah sekilas autobiografi/otobiografi
diriku, semoga dapat memberi banyak manfaat. Trimakasih atas perhatiannya
Wabillahitaufiiq wal Hidayah, Wassalamualaikum Warohmatullahi
Wabarokaatuh.