Minggu, 25 Januari 2015

INDONESIA KRISIS AKAN RASA TANGGUNGJAWAB

Oleh                : Adi Angga Sukmana (Penerima Beasiswa SDM Ekspad DD-SEBI)
Pembina        : Udhi Trikurniawan (Manager Unit Kepemimpinan)
Tema             : Trustworthy (terpercaya, dapat dipercaya)


Bismillahirrohmanirrohim, Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh.

Apakah rasa tanggung jawab semakin memudar di negeri ini? Bisa jadi. Pernah ketika saya mengemban amanah sebagai Ketua Pelaksana Acara Milad SEBI 16, bersama teman-teman saya merancang sebuah acara yaitu perlombaan permainan daerah dan Kuliah Umum dengen tema “Peran Kampus dalam Pembangunan Umat”, dan sebagai pembicara yaitu ketua BAZNAS, Prof. DR. KH. Didin Hafidhuddin, M.Sc. Memang tidak mudah untuk merancang dan menyelenggarakan sebuah acara, ada berbagai masalah yang mungkin erat kaitanya dengan judul artikel yang kami buat ini.

Rasa tanggungjawab, rasa saling percaya, dan rasa memiliki adalah beberapa faktor internal sebuah organisasi yang harus dimiliki oleh seluruh anggotanya, tanpa ada rasa-rasa itu atau hanya beberapa yang dimiliki maka akan bisa jadi tolak ukur kesuksesan sebuah acara, dan itupun yang terjadi di acara yang saya dan teman-teman selenggarakan tersebut. Diawal terbentuknya kepanitiaan beberapa dari kami merasa belum memiliki rasa tanggungjawab, rasa saling percaya, dan rasa memiliki acara tersebut, sehingga di awal rangkaian acara (lomba permainan daerah) banyak sekali masalah yang datang, mulai dari peserta kurang respek karena kurangnya publikasi hingga beberapa panitia yang kurang serius dengan amanahnya. Saya pun tidak mau situasi ini berlanjut hingga hari puncak perayaan Milad SEBI 16, malam yang sama dihari tersebut saya pun mengumpulkan seluruh panitia untuk sedikit bermuhasabah terkait kinerja, dan juga terkait rasa tanggungjawab, rasa saling percaya dan rasa memiliki acara ini.

Kemudian kami pun komitmen bahwa kita harus mensukseksan acara ini hingga akhir acara, dari mulai saat itu semangat kontribusi panitia berubah 180 derajat, yang tadinya bersikap masa bodoh kemudian berubah drastis hingga setiap panitia merasa memiliki acara ini, bahwa kita lah yang memiliki acara ini, dan setiap panitia pun merasa saling percaya satu sama lain, dan juga di pertemuan tersebut mengajarkan kita agar untuk totalitas atau maksimal dalam melakukan tanggung jawab.

Ya itulah sepenggal kisah ku bersama teman-teman, dari itu kami belajar arti pentingnya rasa tanggungjawab, rasa saling percaya, dan rasa memiliki dalam melakukan kegiatan apapun, baik itu kegiatan kecil yang mungkin hanya aktifitas pribadi dalam keseharian atau bahkan kegiatan besar yang melibatkan banyak masa. Kemudian apa kaitanya kisahku di atas dengan judul artikel ku ini? Tentu saja berbeda kalau dilihat dari sudut pandang cakupannya, tetapi kalau kita perhatikan, kita bisa mengambil benang merah dari keduanya yaitu rasa tanggungjawab. Apa itu tanggungjawab? Pentingkah rasa tanggungjawab tersebut? Sepenting apa rasa itu untuk Negara ini? Mari kita lanjutkan.

Tanggung jawab adalah ciri manusia beradab dan berbudaya. Manusia merasa bertanggung jawab karena ia menyadari akibat baik atau buruk perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan mengabdian atau pengorbanannya. Untuk memperoleh atau meningkatkan kesadaran bertanggung jawab perlu ditempuh usaha melalui pendidikan, penyuluhan, keteladanan, dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak di sengaja.

Allah SWT menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tanpa tanggung jawab, melainkan untuk mengisi kehidupannya, manusia mempunyai tanggung jawab langsung terhadap perintah Allah SWT. Sehingga tindakan atau perbuatan manusia tidak bisa lepas dari pengawasan Allah SWT yang dituangkan dalam kitab suci Al-Qur'an melalui agama islam. Pelanggaran dari hukuman-hukuman tersebut akan segera diperingati oleh Allah melalui tanda-tanda atas kekuasaanya didunia, bisa saja dengan kita diberi halangan-halangan untuk mempersulit kita dalam melepas tanggungjawa kita, atau dengan peringatan halus atau keras oleh-Nya melalui perantara, atau bahkan dibiarkan hingga ada azab didunia atau di akhirat.

Perasaan tanggung jawab dalam pekerjaan sangat langka. Rasa egoisme lah yang menjadi faktor hilangnya rasa tanggungjawab tersebut.  Beberapa orang dengan mudahnya menuding orang lain bila ada kegagalan dalam pekerjaan atau proyek. Alasan dicari-cari untuk menyalahkan orang lain. Jarang ada yang mengatakan, "Ini kesalahan saya."

Bukan hanya dalam pekerjaan, dalam kehidupan bermasyarakat rasa tanggung jawab pun termasuk langka. Mayoritas warga membiarkan segelintir orang mengerjakan hal-hal untuk kepentingan komunitasnya, salah satunya karena mayoritas warga mulai hilang akan rasa peduli terhadap komunitas (klompok) tersebut. Rasa gotongroyong dan kebersamaan yang menjadi slogan warga Indonesia zaman dulu sekarang semakin langka.

Kebanyakan manusia zaman ini hanya memberikan sedikit perhatiannya kepada sesama warga, masing-masing dari mereka menikmati dirinya sendiri. Yang sering bisa dilakukan hanyalah menyumbang sejumlah uang; tidak mau repot untuk urusan kepentingan warga. Ini karena sikap individualis betul-betul telah menggerogoti warga.

Yang lebih memprihatinkan adalah bahwa di institusi-institusi terhormat sekalipun, yang katanya berisi sarjana-sarjana cerdas sikap bertanggung jawab pun hampir dapat dikatakan semakin sirna. Sangat aneh, iya memang unik negeri ini, para wakil rakyat yang seharusnya bersikap dan mengambil kebijakan untuk kepentingan rakyat tetapi yang terjadi bahkan sebaliknya.

Dari media masa baik itu koran, televisi, radio, internet, atau sarana lain bisa dilihat bagaimana para politisi, aparat negara, dan elit negara menunjukkan sikap yang mengindikasikan lemahnya akan rasa tanggungjawab; terdengar kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme yang melibatkan para pejabat public tersebut.

Seharusnya setiap institusi, perusahaan, atau organisasi memiliki eksistensi yang berasal dari value yg kuat, dan value tersebut dipahami betul untuk tim didalamnya. Sehingga institusi, perusahaan, atau organisasi tersebut bisa mempertahankan karaktertenya walaupun diterpa zaman yang kontra dengan etika. Seperti yang dilakukan oleh Post Pendidikan Dompet Dhuafa yang memiliki memiliki value yaitu TRUSH, modeL, Profesional, Inovativ, BTROtherhood (TRUSHLIPIBRO), dan lembaga ini pun terus mengupayakan bahwa seluruh perangkat terus memegang teguh nilai-nilai ini. Wal hasil LAZ Dompet Dhuafa pun terus eksis untuk menjadi LAZ yang terdepan dan mempunyai integritas tinggi, seperti loganya yaitu seperti mata panah (segitiga) yang melambangkan yaitu selalu terdepan dan melesat ke target sasaran tetapi tetap memegang nilai-nilai yang sudah di pegang selama ini.

Pendidikan formal memang tidak selalu menghasilkan pribadi-pribadi yang bertanggungjawab. Tidak selalu ada relasi yang berbanding lurus antara pendidikan yang diterima dengan rasa tanggung jawab. Semakin tinggi pendidikan seseorang tidak selalu berarti ia semakin bertanggung jawab. Namun, ada juga orang yang berpendidikan rendah, tapi memiliki tanggung jawab tinggi. Sekalipun sulit, masih ditemukan sosok-sosok yang jujur dengan pendidikan minim.

Kalau ditanya, seberapa pentingkah tanggungjawab bagi kita sebagai individu? Maka jawabanya adalah sangat penting. Karena tanggungjawab adalah wujud keimanan, ketika mendapat amanah jangan sekali-kali mengkhianati, karena setiap tangungjawab yang kita emban akan dimintai pertanggungjawabanya baik itu oleh atasan kita, dan pastinya oleh sang pencipta yaitu Allah Azza wa Jalla. Dan sikap tanggungjawab akan menjaga keharmonisan antar manusia, juga akan memunculkan kedamaian dan tidak akan dibayang-bayangi rasa bersalah.

Mungkin timbul pertanyaan kedua, kenapa harus saya? Mungkin disini dalam konteks organisasi. Pertama kita harus melihat kondisi, yaitu kondisi dimana masih ada peluang orang lain untuk menjalankan tanggungjawab itu maka sampaikan, dengan kata lain kita boleh memberikanlah tanggungjawab yang mungkin orang lain amanahkan untuk kita, tapi kita serahkan ke orang yang menurut kita lebuh mampu. Tapi jika kondisi dimana memang tidak ada orang lain maka kita harus menerima itu dengan profesional , jadi amanah yg kita terima merupakan resiko kita, risiko atas kesempatan yang kita punya.

Bekerja dengan sikap yang penuh tanggung jawab memang bukan karakter yang muncul dengan mudah. Nilai itu harus dilatih dan tidak sedikit godaan untuk bisa meraihnya, disini ada 3 point agar memiliki karakter tanggungjawab:
1.      Disiplin, yaitu tidak menunda-nunda pekerjaan, kadang kita mengerjakan sesuatu dengan kemauan bukan kemampuan, saran dari penulis yaitu memperbanyak momen untuk mengeksplor sesuai kemampuan. Karena kadang kualitas deadline lebih baik dari kualitas yg banyak waktu.
2.      Muhasabah, yaitu menghitung, menilai, memutuskan, bagaimana mengerjakan amanah-amanah kita agar efektif dan efisien (tepat guna dan tepat sasaran).
3.      Sejauh mana pemahaman terhadap agama, pemahaman terhadap nilai-nilai islam menentukan sejauh mana amanah kita.

Di dunia kerja, keuntungan menjadi ukuran keberhasilan, bukan proses. Kebanyakan orang berlomba-lomba untuk menumpuk terus pundi-pundi uang yang mungkin sudah melebihi kebutuhan mereka dengan tanpa peduli apakah kerabat ataupun tetangganya kelaparan. Masa bodoh dengan etika baik, yang terpenting bagi mereka adalah harta dan jabatan, juga disisi lain rakyat miskinnya terlalu nyaman dengan kemiskinanya, sesungguhnya tidak seutuhnya orang miskin dinegri ini benar-benar miskin harta dan lemah fisik hingga tidak bisa menjemput rizki tapi yang terjadi adalah miskin mental dan lemah karakter. Jadi, bisa dikatakan bahwa tantangan untuk menjadi seorang individu yang bertanggung jawab bukanlah pilihan mudah di Negri ini.

Professional, iya benar kata tersebut lah yang seharusnya ada dalam diri setiap orang di negeri ini terutama umat islam, bahkan saya percaya seluruh agama didunia ini mengajarkan umatnya untuk bersikap professional, yaitu menjalankan tanggungjawab dengan baik sesuai dengan yang sudah disepakati. Sebelum manusia tercipta didunia ini pun, ruh ini dengan Sang Pencipta telah bersepakat dengan sepenuh hati bahwa tiada tuhan selain Allah, tuhan satu-satunya yang patut dan pantas di sembah.

Logika seharusnya, apabila masyarakat suatu negara menjalankan setiap ajaran agamanya dengan tekun seperti di Indonesia maka negara tersebut akan tentram dan sejahtera karena diisi oleh orang-orang yang bertanggungjawab. Tetapi apa yang terjadi dengan indonesia? Negri kepulauan yang memiliki lebih dari 13ribu pulau, Negara yang memiliki jumlah penduduk lebih dari 240juta orang, dengan 80% beragama Islam, Negara yang memiliki utang lebih dari 2.600triliun, Negara termiskin ke 68 dunia (nomer ke1 yaitu Negara Zombabwe), Negara yeng memiliki penduduk miskin mencapai lebuh dari 28juta orang, Negara dengan indeks persepsi korupsi mencapai peringkat peringkat 107 (malaysia peringkat 50), Bahkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) pada periode 2004-2011 menyelidiki 417 kasus, dan pengembalian uang negara dari kasus yang ditangani KPK mencapai Rp 800 miliar.

Apa yang salah? Iya benar salah satu jawabannya yaitu bahwa Indonesia krisis akan rasa tanggungjawab. Bagaimana cara mengatasinya? Salah satunya yaitu merubah kurikulum pendidikan kita, yang harus diutamakan dalam pendidikan dasar bagi anak-anak penerus bangsa adalah ilmu tentang etika dan aqidah, dan setelah itu barulah ilmu pengetahuan yang lainnya. Mungkin beberapa kita tidak bisa untuk melakukan itu untuk sekarang ini, tetapi minimal jadilah kita menjadi salah satu dari jutaan manusia yang akan memajukan Indonesia dan menegakkan agama Islam, dan apabila kita belum bisa menjadi tokoh utama yang akan mengubah negara lebih maju setidaknya kita memiliki peran untuk membantu tokoh utama, dan jangan sampai kita tidak ada peran sedikitpun untuk kemajuan bangsa dan agama ini.

Jadi kata kuncinya yaitu bahwa Islam akan jaya pada masanya kelak, kemudian peran apa yang akan kita berikan untuk kejayaan itu? kalaupun kita tidak punya peran untuk kejayaan itu, setidaknya kita jangan menghambat akan kejayaanya.

Wabillahitaufiiq wal Hidayah, Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh.

0 komentar:

Posting Komentar